A. Dalil Tidak Disyari'atkannya Qunut Shubuh Secara Serus Menerus
1. Hadits Sa'ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja'i
قلت لأبي :يا أبت إنك صليت خلف رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي رضي الله عنهم ههنا وبالكوفة خمس سنين فكانوا بقنتون في الفَجر فقال : أي بني محدث
"Saya bertanya kepada ayahku : "Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali
radhiyallahu 'anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?". Maka dia menjawab : "Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)".
(HR. Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, dan lainnya)
2. Hadits Ibnu 'Umar
عن أبي مجلز قال : صليت مع ابن عمر صلاة الصبح فلم يقنت. فقلت : آلكبر يمنعك, قال : ما أحفظه عن أحد من أصحابي
"Dari Abu Mijlaz beliau berkata : Saya sholat bersama Ibnu 'Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : Apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : Saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku".
(HR. Ath-Thohawy I/246, Al-Baihaqy II/213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma' Az-Zawa'id II/137 dan Al-Haitsamy berkata :"rawi-rawinya tsiqoh")
B. Dalil Qunut Subuh
1. Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Senantiasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqunut pada shalat Shubuh sehingga beliau berpisah dari dunia (wafat).”
Diriwayatkan oleh: Imam Ahmad {Al-Musannad III/162}, 'Abdurrazzaq {al-Mushannaf III/110}, Ibnu Abi Syaibah {al-Mushannaf II/312} , ath-Thahawi {Syarah Ma'anil Atsar I/244}, ad-Daruquthni {as-Sunan II/39}, al-Hakim {al-Arba'iin}, al-Baihaqi {Sunanul Kubra II/201}, al-Baghawi {Syarhus Sunnah III/124}, Ibnul Jauzi {Al-'Ilalul Mutanahiyah I/441 no.753}.
Semuanya telah meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Ja’far ar-Razi (yang telah menerima hadits ini) dari Rubaiyyi' bin Anas, ia berkata: 'Aku pernah duduk di sisi Anas bin Malik, lalu ada (seseorang) yang bertanya: 'Apakah sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah qunut selama sebulan?’ Kemudian Anas bin Malik menjawab: "...(Seperti lafazh hadits di atas)."
Keterangan:
Hadits ini telah dilemahkan oleh ulama para Ahli Hadits:
Imam Ibnu Turkamani yang memberikan ta’liq (komentar) atas Sunan Baihaqi membantah pernyataan al-Baihaqi yang mengatakan hadits itu shahih. Ia berkata: “Bagaimana mungkin sanadnya shahih? Sedang perawi yang meriwayatkan dari Rubaiyyi’, yaitu ABU JA’FAR 'ISA BIN MAHAN AR-RAZI masih dalam pembicaraan (para Ahli Hadits):
*. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasa-i berkata: ‘Ia bukan orang yang kuat riwayatnya.’
*. Imam Abu Zur’ah berkata: ‘Ia banyak salah.’
*. Imam al-Fallas berkata: ‘Ia buruk hafalannya.’
*. Imam Ibnu Hibban menyatakan bahwa ia sering membawakan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur.”
[Lihat Sunan al-Baihaqi I/202 dan periksa Mizaanul I’tidal III/319.]
*. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: "Abu Ja'Far ini telah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan imam-imam yang lain… Dan sayikhul islam Ibnu taimiyyah berkata: " Abu Ja'far 'Isa bin Mahan ar-Razi adalah orang yang sering memba-wakan hadits-hadits munkar. Yang tidak ada seorang pun dari Ahli Hadits yang berhujjah dengannya ketika dia menyendiri (dalam periwayatannya)". Seperti yang di jelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnul Qayyim.
*. Al-Hafizh Ibnu Katsir ad-Damsyqiy asy-Syafi'i dalam kitab tafsirnya juga menyatakan bahwa riwayat Abu Ja'far ar-Razi itu mungkar.
*. Al-Hafizh az-Zaila'i dalam kitabnya Nashbur Raayah II/132 sesudah membawakan hadits Anas di atas, ia berkata: "Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitabnya at-Tahqiq dan al-'Ilalul Muta-nahiyah, ia berkata: Hadits ini tidak sah, karena se-sungguhnya Abu Ja’far ar-Razi, namanya adalah Isa bin Mahan, dinyatakan oleh Ibnul Madini: 'Ia sering keliru.'"
*. Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah, seorang Ahli Hadits zaman ini berkata:"Hadits Anas munkar."
(Silsilah Ahaadits adh-Dha'iifah no.1238)
2. Dari Abi Malik al-Asyja'i, ia berkata kepada ayahnya:
"Wahai ayahku, sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di bela-kang Abu Bakar, 'Umar, ‘Utsman dan di belakang 'Ali di daerah Qufah sini kira-kira selama lima tahun, apakah qunut Shubuh terus-menerus?" Ia jawab: "Wahai anakku qunut Shubuh itu bid'ah!!"
(Shahih, HR. at-Tirmidzi no. 402, Ahmad III/472, VI/394, Ibnu Majah no. 1241, an-Nasa-i II/204, ath-Thahawi I/146, ath-Thayalisi no. 1328 dan Baihaqi II/213, dan ini adalah lafazh hadits Imam Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmidzi berkata: "Hadits hasan shahih." Lihat pula kitab Shahih Sunan an-Nasa-i I/233 no. 1035 dan Irwaa-ul Ghalil II/182 keduanya karya Imam al-Albany.)
C. Pendapat Para Ulama
*. Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut di shalat Shubuh.*. Imam Abu Hanifah berkata: "Qunut Shubuh (terus-menerus itu) dilarang."
(Lihat Subulus Salam (I/378))
*. Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi’i , beliau tidak mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya: "Mengapa demikian?" Beliau menjawab: "Tidak ada satu pun hadits yang shah tentang masalah qunut Shubuh!!"
(Silsilatul Ahaadits adh-Dha'iifah wal Maudhu’ah II/388)
*. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: "Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus. Jumhur ulama berkata: "Tidaklah qunut Shubuh ini dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan tidak ada satupun dalil yang sah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan demikian."
(Zaadul Ma’aad I/271 & 283, tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan 'Abdul Qadir al-Arnauth)
*. Syaikh Sayyid Sabiq berkata: "Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut Shubuh."
(Fiqhus Sunnah I/167-168)
Qunut Yang Di Sunnahkan
1. Qunut Nazilah
Memang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut pada shalat Shubuh, begitu juga Abu Hurairah, akan tetapi ingat, bahwa hal itu bukan semata-mata dilakukan pada shalat Shubuh saja! Sebab apabila dibatasi pada shalat Shubuh saja, maka hal ini akan berten-tangan dengan riwayat yang sangat banyak sekali yang menyebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada lima waktu shalat yang wajib. Menurut hadits yang keenam bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak qunut melainkan apabila beliau hendak mendo’akan kebaikan atau mendo’akan kebinasaan atas suatu kaum. Maka apabila beliau qunut itu menunjukkan ada musibah yang menimpa ummat Islam dan dilakukan selama satu bulan.
Qunut nâzilah disyariatkan untuk dibaca di setiap sholat lima waktu selama sebulan. Dalilnya adalah hadits-hadits nabi yang mulia 'alaihi ash-Sholâtu was Salam sebagai berikut :
*. Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut selama satu bulan secara terus-menerus pada shalat Zhuhur, 'Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, (yaitu) apabila ia mengucap Sami’Allahu liman hamidah di raka’at yang akhir, beliau mendo’akan kebinasaan atas kabilah Ri’lin, Dzakwan dan ‘Ushayyah yang ada pada perkampungan Bani Sulaim, dan orang-orang di belakang beliau mengucapkan amin.
(HR. Abu Dawud {al-Musnad I/301-302}, Ibnul Jarud {Mustadrak I/225-226}, Ahmad {Sunanul Kubra II/200 & II/212}, al-Hakim dan al-Baihaqi {al-Musnad III/115, 180, 217, 261 & III/191, 249}. Dan Imam al-Hakim menambahkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus para da'i agar mereka (kabilah-kabilah itu) masuk Islam, tapi malah mereka membunuh para da’i itu. ‘Ikrimah berkata: Inilah pertama kali qunut diadakan.Lihat Irwaa-ul Ghalil II/163)
*. Dari Anas, ia berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut selama satu bulan setelah bangkit dari ruku’, yakni mendo’a kebinasaan untuk satu kabilah dari kabilah-kabilah Arab, kemudian beliau meninggal-kannya (tidak melakukannya lagi)."
(HR. Ahmad {Shahih-nya no. 4089}, Bukhari {Shahih-nya no.677 (304)}, Muslim {Sunan-nya II/203-204}, an-Nasaa'i {Syarah Ma’anil Atsar I/245}, ath-Thahawi)
*. Dari Abu Hurairah, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila hendak mendo’akan kecelakaan atas seseorang atau mendo’akan kebaikan untuk seseorang, beliau mengerjakan qunut sesudah ruku’, dan kemungkinan apabila ia membaca: Sami’allahu liman hamidah, (lalu) beliau membaca, ‘Allahumma… dan seterusnya (yang artinya: Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang tertindas dari orang-orang Mukmin. Ya Allah, keraskanlah siksa-Mu atas (kaum) Mudhar, Ya Allah, jadikanlah atas mereka musim kemarau seperti musim kemarau (yang terjadi pada zaman) Yusuf.'"
Abu Hurairah berkata, "Nabi keraskan bacaannya itu dan ia membaca dalam akhir shalatnya dalam shalat Shu-buh: Allahummal ‘an fulanan… dan seterusnya (Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan) yaitu (dua orang) dari dua kabilah bangsa Arab, sehingga Allah menurunkan ayat: ‘Sama sekali urusan mereka itu bukan menjadi urusanmu... (dan seterusnya).'"
(Hadits shahih riwayat Ahmad II/255 dan al-Bukhari No 4560)
*. Dan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Sungguh aku akan mendekatkan kamu dengan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Abu Hurairah kemudian qunut dalam raka’at yang akhir dari shalat Zuhur, ‘Isya dan shalat Shubuh, sesudah ia membaca: ‘Sami’allahu liman hamidah.’ Lalu ia mendo’akan kebaikan untuk orang-orang Mukmin dan melaknat orang-orang kafir."
(Hadits shahih riwayat Ahmad II/255, al-Bukhari no. 797 dan Muslim no.676 (296), ad-Daraquthni II/37 atau II/165)
2. Qunut Witir
*. Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Maimuun Ar-Raqiy : Telah menceritakan kepada kami Makhld bin Yaziid, dari Sufyaan, dari Zaid Al-Yaamiy, dari Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan bin Abziy, dari ayahnya, dari Ubay bin Ka’b : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat witir lalu qunut sebelum rukuk (HR. Ibnu Maajah no. 1182)
*. Al Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhuma berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat witir, yaitu
اللهم اهدنى فيمن هديت وعافنى فيمن عافيت وتولنى فيمن توليت وبارك لى فيما أعطيت وقنى شر ما قضيت فإنك تقضى ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت
Allahummahdiini fiiman hadait, wa'aafini fiiman 'afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima a'thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho 'alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata'aalait. (Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)" (HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Mengangkat Tangan Ketika Qunut Dan Tidak Mengusap Muka
Tentang mengangkat tangan, terdapat dalil berupa hadits-hadits yang sah, baik dalam qunut Nazilah maupun qunut witir, di antara dalilnya adalah:"Dari Tsabit, dari Anas bin Malik tentang peristiwa al-Qurra’ (pembaca al-Qur’an) dan terbunuhnya mereka, bahwasanya ia (Anas) berkata: "Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap kali shalat Shubuh, beliau mengangkat kedua tangannya mendo’akan kece-lakaan atas mereka, yakni orang-orang yang membunuh mereka."
(HR. al-Baihaqi II/211) dan ia berkata: "Beberapa Shahabat mengangkat tangan mereka ketika Qunut, di samping yang kami riwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam."
Beliau juga berkata : "Riwayat bahwa ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu mengangkat tangan ketika Qunut adalah shahih." (Al-Baihaqi, II/212))
Imam Al-‘Izz bin Abdis Salam berkata: "Tidaklah (yang melakukan) mengusap muka melainkan orang yang bodoh." (Sunan at-Tirmidzi.)
Imam An-Nawawi berkata: "Tidak ada sunnahnya mengusap muka."(Sunan Ibni Majah)
Imam Al-Baihaqi juga menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dari ulama Salaf yang melakukan pengusapan wajah sesudah do’a qunut dalam shalat.(Musnad Imam Ahmad, oleh Imam Ahmad. )
Imam Abu Daud berkata, "Saya mendengar Ahmad ditanya tentang seseorang yang mengusap wajahnya (sendiri) dengan kedua tangannya (sendiri) bila selesai berqunut, maka beliau menjawab, ‘Saya tidak mendengar tentang itu.’ Pada kesempatan lain, beliau juga berkata, ‘Saya tidak mendengar suatu (riwayat) apapun tentang hal tersebut.'." Kemudian, (Abu Dâud) berkata, "Dan saya tidak melihat Ahmad mengerjakan hal itu" (Masâ`il Abi Dâud hal. 71)
Imam Malik ditanya tentang seseorang yang mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya sendiri ketika berdoa, maka beliau mengingkari perbuatan tersebut sembari berkata, "Saya tidak mengetahui hal itu."(Mukhtashar Qiyâmul Lail hal. 327 karya Muhammad bin Nashr Al-Marwazy)
Imam Al-Baihaqy berkata, "Adapun tentang mengusap kedua tangan ke wajah selepas doa, tidaklah saya menghafal (hal tersebut) dari seorang pun, dari para ulama salaf, pada doa qunut."(As-Sunan Al-Kubra` 2/212)