Wahai kawan-kawan, ketika aku kembali ke Baghdad dan kepada
keluarga dan kawan-kawan serta sahabat-sahabat, aku menjalani hidup yang paling
bahagia, senang, nikmat, dan lupa pada apa yang pernah kualami, kerana aku
mendapatkan banyak keuntungan dan
tenggelam dalam kegembiraan di tengah
kawan-kawan dan sahabat.
Demikianlah aku menjalani
kehidupan yang paling menyenangkan hingga jiwaku resah mendorongku untuk
mengadakan perjalanan ke negeri-negeri asing, dan aku merasakan kerinduan untuk
bertemu dengan bangsa-bangsa lain untuk berdagang dan mendapatkan keuntungan.
Setelah membulatkan hati, aku
membeli barang-barang berharga, yang sesuai untuk perjalanan laut, dan,
mengemas banyak bungkusan dari biasanya, aku memulai perjalanan dari Baghdad ke
Basrah, di mana aku menaikkan bungkusan-bungkusanku ke atas kapal dan belayar
bersama beberapa pedagang besar di kota itu.
Kami memulai perjalanan kami
dan belayar, dengan rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, di laut, dan perjalanan itu
menyenangkan, sementara kami terus belayar, selama bermalam-malam dan
berhari-hari, dari laut ke laut dan dari pulau ke pulau hingga suatu hari angin
yang berlawanan menyerang kami.
Maka nakhoda membuang sauh, dan
mengusahakan agar tidak bergerak, kerana khuatir kapal akan tenggelam di tengah
laut. Sementara kami berdoa memohon kepada Allah yang Maha Kuasa, tiba-tiba
badai yang hebat menerpa kami, mengoyakkan layar, dan melemparkan orang-orang,
dengan seluruh bungkusan, perbekalan, dan harta milik mereka, ke dalam laut.
Akupun tenggelam seperti yang
lainnya. Aku menjaga diriku agar tetap terapung setengah hari itu, dan ketika
aku hampir putus asa, Allah yang Maha Kuasa mempertemukan aku dengan sebatang
papan kayu dari kapal, dan aku bersama dengan beberapa pedagang lainnya
menaikinya, dan kami mengayuhnya dengan kaki kami, dengan bantuan angin dan
gelombang, selama sehari semalam.
Menjelang siang pada hari
berikutnya, angin bertiup keras, dan gelombang naik, melemparkan kami ke sebuah
pulau, dalam keadaan hampir mati kerana kurang tidur, kelelahan, kelaparan,
kehausan dan ketakutan.
Kami berjalan sepanjang pantai
pulau itu dan mendapati banyak sekali tumbuh-tumbuhan, yang kami makan sedikit
untuk menghilangkan rasa lapar dan menguatkan tubuh. Kami bermalam di pantai,
dan ketika hari terang, kami bangkit dan menjelajahi pulau itu ke kanan dan ke
kiri hingga kami melihat sebuah bangunan di kejauhan.
Kami berjalan mendatangi
bangunan itu dan terus berjalan sampai kami berdiri di depan pintunya.
Sementara kami berdiri di sana, keluarlah sekelompok lelaki telanjang yang
tanpa berbicara kepada kami, menangkap kami dan membawa kami menghadap raja
mereka.
Dia memerintahkan kami untuk
duduk, lalu meraka membawakan kami makanan yang aneh, yang belum pernah kami
lihat sepanjang hidup kami. Perutku tidak mahu menerima makanan itu, dan tidak
seperti kawan-kawanku, aku menolak untuk memakannya, dan penolakanku itu, atas
pertolongan Tuhan yang Maha Kuasa, menjadi penyebab aku tetap hidup hingga
sekarang.
Sebab ketika kawan-kawanku
memakan makanan itu, mereka menjadi pening, seperti orang gila, dan keadaan
mereka berubah. Lalu orang-orang membawakan mereka minyak kelapa, dan
memberikannya pada mereka untuk diminum dan meminyaki mereka. Ketika mereka
meminum minyak itu, mata mereka berputar di kepala mereka, dan mereka terus
memakan makanan yang luar biasa banyaknya.
Ketika aku melihat mereka dalam
keadaan begitu, aku merasa bingung dan kasihan pada mereka, dan aku mulai
khuatir dan ketakutan sendiri pada orang-orang telanjang itu. Aku memandang
mereka dengan cermat dan menyedari bahawa mereka adalah orang-orang Magia dan
bahawa raja di kota mereka adalah Jin.
Setiap kali orang datang ke
negeri mereka, atau mereka melihatnya atau kebetulan bertemu dengan mereka di
lembah atau di jalan, mereka membawanya menghadap raja mereka, memberinya
makanan itu untuk dimakan dan meminyaki mereka dengan minyak itu, sehingga
perutnya akan mengembang.
Lalu mereka akan memberinya
makan lebih banyak lagi untuk dimakan dan lebih banyak minyak untuk diminum,
dan ketika mereka menjadi gemuk, mereka menyembelihnya, memanggangnya, dan
memberikannya pada raja mereka untuk dimakan, sementara mereka sendiri memakan
daging itu tanpa memanggangnya atau memasaknya.
Ketika aku menyedari situasi
itu, aku menjadi sangat khuatir akan diriku sendiri dan juga kawan-kawanku yang
dalam keadaan mabuk, tidak mengetahui apa yang akan dilakukan pada diri mereka.
Mereka patuh pada orang yang membawa mereka keluar setiap hari dan membiarkan
mereka makan rumput di pulau itu, seperti binatang ternak.
Sementara aku merana dan
menjadi kurus kering kerana kelaparan dan ketakutan, dan kulitku keriput di
atas tulang-tulangku. Ketika orang-orang Magia itu melihatku dalam keadaan
begitu, mereka membiarkanku dan melepaskanku, tak seorangpun yang
memperhatikanku, hingga suatu hari aku menemukan jalan untuk menyelinap ke luar
dari bangunan itu dan berjalan menjauh.
Lalu aku melihat seorang
gembala duduk di atas sesuatu yang terangkat di tengah laut, dan ketika aku
memperhatikannya, aku menyedari bahawa dialah orangnya yang menyuruh mereka
untuk membawa kawan-kawanku keluar dan memakan rumput. Bersamanya ada banyak
orang lagi yang seperti mereka. Begitu orang itu melihatku, dia tahu bahawa aku
masih tetap berakal sihat dan bahawa aku tidak menderita seperti kawan-kawanku.
Dia memberi tanda padaku dari
jauh, mengatakan, “Berbaliklah, dan ambil jalan di sebelah kananmu, dan itu
akan membawamu ke jalan besar.” Aku berbalik, seperti apa yang dikatakannya
padaku, menemukan sebuah jalan di sebelah kananku, mulai mengikutinya,
kadang-kadang berlari kerana ketakutan, kadang-kadang berjalan lambat, untuk
mengatur nafas, dan aku terus mengikuti jalan itu hingga aku lenyap dari
pandangan orang yang telah menunjukkan arah itu padaku, dan kami tidak dapat
saling melihat lagi.
Waktu itu, matahari telah
tenggelam, dan hari menjadi gelap. Aku duduk untuk beristirehat dan berusaha
untuk tidur, tapi aku tidak dapat tidur kerana sangat ketakutan, kelaparan dan
keletihan. Ketika malam telah berlalu separuh, aku bangkit dan berjalan-jalan
di pulau itu hingga hari terang, dan matahari terbit di atas puncak-puncak perbukitan
dan di atas dataran-dataran luas.
Aku letih, lapar dan haus; maka
aku makan daun-daunan dan tanam-tanaman yang ada di pulau itu sampai cukup
kenyang untuk menghilangkan rasa laparku. Lalu aku berjalan sepanjang hari dan
malam berikutnya, dan setiap kali aku lapar, aku akan makan tanam-tanaman, dan
aku terus berjalan selama tujuh hari tujuh malam.
Pada pagi hari kelapan,
kebetulan aku melihat sekilas objek yang kabur di kejauhan. Aku berjalan ke
arahnya dan terus berjalan hingga aku sampai di sana, setelah matahari
terbenam. Aku berdiri memperhatikannya dari tempat yang agak jauh.
Masih takut disebabkan apa yang
pernah kualami pada kali yang pertama dan kedua, dan mendapati bahawa itu
adalah kelompok orang yang sedang mengumpulkan biji lada. Ketika aku mendekati
mereka, dan mereka melihatku, mereka bergegas menghampiriku dan, mengelilingiku
dari setiap sisi, seraya bertanya padaku, “Siapakah engkau, dan dari mana
asalmu?”
Aku berkata, “Kawan-kawan, aku
adalah seorang asing yang malang,” dan aku memberitahukan mereka kejadian yang
menimpaku dan bagaimana aku telah merasakan penderitaan dan ketakutan. Ketika
mereka mendengar kata-kataku, mereka berkata, “Demi Tuhan, ini sungguh luar
biasa, tapi katakan pada kami bagaimana engkau dapat membebaskan diri dari
orang-orang hitam itu dan bagaimana engkau luput dari perhatian mereka, padahal
jumlah mereka sangat banyak di pulau ini, dan mereka makan orang?”
Maka aku ceritakan pada mereka
apa yang telah terjadi padaku dan bagaimana mereka memberi kawan-kawanku makanan
yang tidak kumakan. Mereka menyalamiku dan terhairan-hairan mendengar ceritaku.
Mereka menyuruhku duduk bersama
mereka sampai mereka selesai dengan pekerjaan mereka. Lalu mereka membawakanku
makanan yang enak, yang kumakan, kerana aku lapar, dan beristirehat sebentar.
Lalu mereka membawaku dan berangkat bersamaku dalam sebuah kapal dan pergi ke
pulau mereka dan rumah mereka.
Di sana, mereka menyuruhku
menghadap raja mereka, dan aku memberi hormat padanya, dan dia menyalamiku,
memperlakukanku dengan hormat, dan menanyakan padaku tentang keadaanku. Aku
ceritakan kepadanya semua yang telah aku alami, dari hari aku meninggalkan
Baghdad hingga datang padanya, dan dia, serta semua yang hadir di istananya,
terkagum-kagum akan ceritaku.
Lalu dia memintaku untuk duduk
dan memerintahkan membawa makanan, dan aku makan sampai kenyang, mencuci
tanganku, dan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan
memuji-muji-Nya kerana pertolongan-Nya. Lalu aku berundur dari hadapan raja dan
pergi melihat-lihat pemandangan di kotanya dan mendapai bahawa kota itu sangat
maju, ramai penduduknya, dan makmur, mempunyai makanan yang berlimpah,
pasar-pasar, pembeli dan penjual.
Aku sangat senang telah datang
ke kota itu dan merasa selesa di sana, ketika aku berteman dengan penduduknya
bersama dengan raja mereka, menyukai dan menghormatiku bahkan melebihi
orang-orang terkemuka di kota itu.
Aku menyaksikan bahawa semua orang, besar dan kecil, mengenderai kuda-kuda yang bagus, tapi tanpa pelana, dan terhairan-hairan kerananya, maka aku berkata kepada raja, “Tuanku, mengapa anda tidak berkenderaan di atas pelana, sebab itu akan membuat pengenderanya merasa selesa dan dapat mengawal kuda?”
Dia bertanya, “Benda macam apa
pelana itu, kerana aku tidak pernah melihat atau menggunakan sepanjang hidupku.”
Aku bertanya padanya,”Mahukah
anda mengizinkanku untuk membuatkan anda sebuah pelana untuk dinaiki dan
menyaksikan kegunaannya?”
Dia berkata, “Baiklah.”
Kataku, “Biar mereka ambilkan
kayu untukku,” dan dia memerintahkan untuk membawakanku segala sesuatu yang
yang kuperlukan. Lalu aku meminta dipanggilkan seorang tukang kayu yang mahir
dan duduk bersamanya dan menunjukkan padanya konstruksi pelana itu dan bagaimana
membuatnya. Lalu aku mengambil kayu, mengetamnya, dan membuatnya menjadi bantal.
Lalu aku membawa kulit, dan
setelah menutupnya pada pelana itu, aku mengecatnya dan memasang tali pengikat
dan tali pelana. Setelah itu, aku membawa seorang pandai besi dan menunjukkan
padanya bagaimana membuat pijakan kaki yang kuisi dan kulapisi dengan timah dan
kulekatkan pinggirannya dengan sutera.
Lalu aku membawa salah seekor
kuda raja yang paling baik, memasangkan pelana padanya, memasangkan pijakan
kaki pada pelana itu; memasang tali kekang; dan menuntunnya kepada raja, yang
merasa senang melihat pelana itu dan menerimanya dengan penuh terima kasih. Dia
duduk di atas pelana dan sangat senang kerananya dan memberiku imbalan yang
besar untuk itu.
Ketika Wazir mengetahui bahawa
aku membuat pelana, dia memintaku untuk membuatkannya juga, dan akupun
membuatkannya seperti itu. Selain itu, seluruh tokoh terkemuka dan pegawai
tinggi mulai minta dibuatkan pelana, dan aku terus membuatnya dan menjualnya,
setelah mengajari tukang kayu dan pandai besi bagaimana membuat pelana dan
pijakan kaki.
Dengan cara itu aku
mengumpulkan banyak wang, dan sangat dihormati dan dicintai, dan aku tetap
menikmati kedudukan tinggi bersama raja dan para pengiringnya, serta
tokoh-tokoh terkemuka di kota itu dan para pembesar negara.
Suatu hari, aku duduk bersama
raja, dalam suasana penuh kebahagiaan dan kehormatan, ketika dia berkata
padaku, “Engkau dihormati dan dicintai di antara kami, dan engkau telah menjadi
satu dengan kami, dan kami tidak dapat berpisah denganmu, juga tidak sanggup
membiarkanmu meninggalkan kota ini. Aku ingin engkau mematuhiku dalam satu hal,
tanpa melawanku.”
Aku berkata padanya, “Apakah
yang diinginkan oleh Yang Mulia dariku, sebab aku tidak dapat menolak kehendak
anda, kerana aku berhutang budi kepada anda atas pertolongan, kebaikan, dan
kemurahan hati anda, dan, Alhamdulillah, aku telah menjadi salah seorang
pelayan anda.”
Katanya, “Aku ingin
mengahwinkanmu dengan seorang wanita yang cantik, anggun, dan memikat, seorang wanita
yang jelita dan kaya raya, dan engkau akan tinggal bersama kami dan hidup
bersamaku di istanaku. Kerana itu, jangan menolak atau berdebat denganku.”
Ketika aku mendengar kata-kata
Raja, aku terdiam, sebab aku terlalu malu untuk mengatakan sesuatu. Katanya,
“Nak, mengapa engkau tidak menjawab?”
Aku menyahut, “Tuanku, dan raja
zaman ini, andalah yang memerintah.” Maka dengan segera dia memanggil hakim dan
saksi dan menikahkanku dengan seorang wanita dari kalangan tinggi, keturunan
bangsawan, dengan salasilah keluarga yang mulia, sangat cantik, kaya raya,
memiliki banyak bangunan dan tempat tinggal.
Lalu dia memberiku sebuah rumah
besar dan indah, yang berdiri sendiri, dan memberiku pelayan-pelayan dan
pesuruh-pesuruh, dan dia memberiku gaji dan persediaan makanan. Maka aku hidup
dengan sangat nyaman, enak, dan bahagia dan melupakan seluruh keletihan,
kesulitan, dan penderitaan yang pernah aku alami.
Aku berkata pada diriku
sendiri, “Jika aku kembali ke negeriku, aku ingin membawanya bersamaku. Tapi
apa pun yang ditakdirkan untuk terjadi akan terjadi, dan tak seorang pun
mengetahui apa yang menimpanya,” sebab aku mencintainya dan dia sangat
mencintaiku, dan kami hidup serasi, menikmati kemakmuran dan kebahagiaan.
Suatu hari, Tuhan yang Maha
Kuasa membuat isteri tetanggaku, yang juga salah seorang kawanku, meninggal
dunia dan aku pergi mendatanginya untuk mengucapkan belasungkawa kerana
kehilangan isterinya dan mendapati dirinya dalam keadaan yang sangat
menyedihkan, cemas, letih, dan bingung.
Aku memberikan hiburan dan
mulai menenangkannya, sambil berkata, “Jangan menyesali isterimu. Tuhan yang
Maha Kuasa akan memberikan ganti kepadamu isteri yang lebih baik dan akan
memberimu umur panjang, insya Allah.”
Dia meratap dengan sedih,
sambil berkata, “Wahai kawanku, bagaimana Tuhan akan memberi ganti seorang
isteri yang lebih baik, padahal aku hanya punya satu hari lagi untuk hidup?”
Aku berkata, “Kawan, gunakan
akalmu dan jangan meramalkan kematianmu sendiri, kerana keadaanmu baik-baik
saja dan sihat wal afiat.”
Dia berkata, “Demi hidupmu,
saudaraku, esok engkau akan kehilangan aku dan tidak akan pernah melihatku lagi
sepanjang hidupmu.”
Aku bertanya, “Bagaimana boleh
begitu?”
Dia berkata, “Hari ini, mereka
akan mengubur isteriku dan menguburku bersamanya di pusara, sebab sudah menjadi
adat istiadat di negeri kami, ketika isterinya meninggal, sang suami harus
dikubur hidup-hidup bersamanya, dan jika suami meninggal, sang isteri harus
dikubur hidup-hidup bersamanya, agar salah satu di antara mereka tidak
menikmati kehidupan setelah pasangannya meninggal dunia.”
Aku berkata padanya, “Demi
Tuhan, ini adalah adat istiadat yang paling kejam, dan tak seorangpun boleh
mematuhinya.”
Sementara kami bercakap-cakap,
sebahagian besar masyarakat kota itu datang, mengucapkan belasungkawa mereka
atas kematian isteri kawanku dan kematiannya sendiri, dan mulai mempersiapkan
almarhum,sesuai dengan adat-istiadat mereka. Mereka membawa peti jenazah
dan,setelah meletakkan wanita itu di dalamnya, mengangkatnya dan membawa
suaminya bersamanya ke luar kota, hingga mereka sampai di suatu tempat di
sebelah gunung di dekat laut.
Mereka mendatangi sebuah tempat
dan mengangkat darinya sebuah batu besar, yang membukakan sebuah sumur
berdinding batu.Mereka melemparkan wanita itu ke dalam sumur itu, yang
nampaknya menuntun ke sebuah gua yang luas di bawah gunung. Lalu mereka membawa
sang suami dan, dengan mengikatkan tali dari serat pohon palem di bawah
ketiaknya, menurunkannya ke dalam sumur, dengan sebuah kendi berisi air manis
dan tujuh lapis roti.
Ketika dia sudah dibawah,dia
melepaskan tali,dan mereka menariknya ke atas, menutupi mulut sumur dengan batu
besar seperti sebelumnya,dan kemudian pergi, meningalkan kawanku bersama
isterinya di dalam gua.
Aku berkata pada diriku sendiri,”Demi Tuhan, kematian ini lebih buruk daripada yang pertama.” Lalu aku pergi menemui raja dan berkata kepadanya,”Tuanku, mengapa anda mengubur orang yang hidup bersama dengan orang mati di negeri ini?”
Aku berkata pada diriku sendiri,”Demi Tuhan, kematian ini lebih buruk daripada yang pertama.” Lalu aku pergi menemui raja dan berkata kepadanya,”Tuanku, mengapa anda mengubur orang yang hidup bersama dengan orang mati di negeri ini?”
Dia menjawab,”Sudah menjadi
adat-istiadat di negeri kami, jika suami meninggal, isterinya harus dikubur
bersamanya, sehingga mereka selalu bersama-sama, dalam kehidupan mahupun
kematian. Adat-istiadat ini kami terima dari leluhur kami.”
Aku bertanya kepadanya,”Wahai
raja abad ini, apakah anda akan memperlakukan orang asing seperti aku sama
dengan apa yang anda perlakukan pada orang itu, jika isterinya meninggal?”
“Ya, kami menguburnya dan
memperlakukannya seperti yang engkau lihat.”Ketika aku mendengar
kata-katanya,aku merasa sakit hati, cemas, rasa kasihan pada diri sendiri, dan
bingung kerana takut isteriku akan meninggal sebelum diriku dan mereka
menguburku hidup-hidup bersamanya. Lalu aku berusaha mengalihkan perhatian,
dengan menyibukkan diri, dan menghibur diriku sendiri, sebab tak seorangpun
tahu siapa yang akan mati lebih dulu dan siapa yang akan mengikutinya.”
Tapi tak lama kemudian,
isteriku jatuh sakit, dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Hampir semua
orang di kota itu datang untuk mengucapkan belasungkawa atas kematiannya
kepadaku dan kepada keluarganya. Raja pun datang untuk mengucapkan
belasungkawa,sebagaimana adat-istiadat di situ.
Lalu mereka mendatangkan
seorang wanita untuk memandikannya, dan mereka memandikannya dan mendandannya
dengan pakaian yang indah dan perhiasan emas, kalung, serta permata. Lalu
mereka memasukkan ke dalam peti jenazah dan membawanya ke sisi gunung.
Setelah menyingkirkan batu dari
mulut sumur, mereka melemparkannya ke dalam. Lalu seluruh kawanku dan keluarga
isteriku berpaling padaku untuk mengucapkan selamat jalan, sementara aku
menangis di antara mereka. “Aku seorang asing, dan aku tidak dapat menjalankan
adat-istiadat kalian,” kataku.
Mereka seolah-olah tidak
mendengar kata-kataku, dan sambil menarikku, mereka mengikatku dengan paksa dan
membiarkanku jatuh ke dalam sumur menuju gua besar di bawah gunung, dengan
tujuh lapis roti dan sekendi air manis, sebagaimana adat istiadat mereka. Lalu
mereka berkata padaku, “Lepaskan dirimu sendiri dari tali ini,” tapi aku
menolak, dan mereka melemparkan tali itu ke arahku, menutup mulut sumur, dan
pergi.
Aku melihat di dalam gua itu
banyak mayat yang mengeluarkan bau busuk dan memualkan, dan aku menyalahkan
diriku sendiri atas apa yang telah kulakukan, sambil berbicara sendiri, “Demi
Tuhan, aku patut mendapatkan semua yang terjadi padaku ini.”
Aku tidak dapat membezakan
malam dari siang, dan aku mempertahankan diriku dengan makanan yang sangat
sedikit, tidak makan sampai aku merasa perutku melilit kelaparan, dan tidak
minum sampai aku menjadi amat sangat haus, kerana takut bahawa makanan dan
persediaan air yang ada akan habis. Aku berkata pada diriku sendiri:
“Tidak ada kekuatan dan kekuasaan, kecuali di tangan Tuhan yang Maha Kuasa, yang Maha Besar. Apa yang telah menyihirku untuk kahwin di kota ini? Setiap kali aku berkata bahawa aku telah terlepas dari suatu bencana, aku jatuh pada bencana yang lebih buruk. Demi Tuhan, kematian ini benar-benar kematian yang kejam. Kalau saja aku dulu tenggelam di laut atau mati di gunung; itu akan lebih baik daripada kematian yang mengerikan ini.”
“Tidak ada kekuatan dan kekuasaan, kecuali di tangan Tuhan yang Maha Kuasa, yang Maha Besar. Apa yang telah menyihirku untuk kahwin di kota ini? Setiap kali aku berkata bahawa aku telah terlepas dari suatu bencana, aku jatuh pada bencana yang lebih buruk. Demi Tuhan, kematian ini benar-benar kematian yang kejam. Kalau saja aku dulu tenggelam di laut atau mati di gunung; itu akan lebih baik daripada kematian yang mengerikan ini.”
Dan aku terus menyalahkan diri
sendiri. Lalu aku melemparkan tubuhku ke atas tulang-belulang dari orang-orang
yang sudah mati itu, memohon di tengah keputus-asaan, agar Tuhan yang Maha
Kuasa mempercepat kematianku, tapi permohonanku tidak terkabul, dan aku tetap
berada dalam keadaan begini hingga perutku kelaparan, dan tenggorokanku
terbakar kehausan.
Maka aku berdiri, mencari-cari
roti, makan sepotong kecil dan minum seteguk air. Lalu aku berdiri dan mulai
menjelajahi gua itu. Aku mendapati bahawa gua itu luas dan kosong, kecuali
bahawa lantainya tertutup oleh mayat-mayat dan tulang-belulang yang telah membusuk
dari masa yang telah lewat. Aku membuat sendiri sebuah tempat di sisi gua, jauh
dari mayat yang masih segar dan pergi tidur di sana.
Akhirnya bekalku semakin
berkurang sampai aku hanya mempunyai sedikit sekali. Pada siang hari, atau
lebih dari satu hari, aku makan hanya sepotong kecil dan minum seteguk, kerana
khuatir bahawa makanan dan air itu akan habis sebelum kematianku.
Aku tetap dalam keadaan begini
sampai suatu hari, ketika aku sedang duduk sambil memikirkan apa yang akan
kulakukan kalau aku sudah kehabisan makanan dan air, batu itu tiba-tiba
disingkirkan dari tempatnya, dan cahaya menyinariku. Aku berkata pada diriku
sendiri, “Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi,” dan aku melihat orang-orang
berdiri di mulut sumur sedang menurunkan mayat seorang laki-laki dan seorang
wanita hidup, meratap dan menangisi dirinya sendiri, dan mereka menurunkan
bersamanya makanan dan air.
Aku terus melihat wanita itu,
tanpa dilihat olehnya, sementara mereka menutup mulut sumur dengan batu dan
kemudian pergi. Lalu aku mengambil tulang kering dari mayat dan, setelah
mendekati wanita itu, memukul pada kepalanya, dan dia jatuh tak sedarkan diri.
Aku memukulnya untuk kedua kali dan ketiga kalinya hingga dia mati.
Dia mengenakan pakaian dengan banyak hiasan, kalung, permata, dan logam-logam mulia, dan aku mengambil semua miliknya, bersama dengan roti dan airnya, dan duduk di tempat yang telah aku siapkan untuk diriku sendiri di sisi gua di mana aku boleh tidur, dan makan hanya sebahagian kecil dari makanan itu, asal cukup untuk mempertahankan hidupku, kerana khuatir makanan itu akan habis dengan cepat dan aku akan mati kelaparan dan kehausan.
Dia mengenakan pakaian dengan banyak hiasan, kalung, permata, dan logam-logam mulia, dan aku mengambil semua miliknya, bersama dengan roti dan airnya, dan duduk di tempat yang telah aku siapkan untuk diriku sendiri di sisi gua di mana aku boleh tidur, dan makan hanya sebahagian kecil dari makanan itu, asal cukup untuk mempertahankan hidupku, kerana khuatir makanan itu akan habis dengan cepat dan aku akan mati kelaparan dan kehausan.
Aku tinggal di dalam gua selama
beberapa waktu, dan setiap kali mereka menguburkan mayat seseorang, aku
membunuh pasangannya yang masih hidup dan mengambil makanan dan airnya untuk
menyambung hidupku sendiri hingga suatu hari aku bangun dari tidur dan
mendengar sesuatu seolah-olah gerakan yang sedang membongkar sisi gua tersebut.
Aku berkata pada diriku
sendiri, “Apa itu?” Lalu aku bangkit dan dengan tulang kering di tanganku, aku
berjalan menuju suara bising itu dan mendapati bahawa itu seekor binatang buas
yang, ketika ia menyedari keberadaanku, menjauh dan lari dariku. Aku mengikuti
ke hujung yang jauh dari gua itu dan melihat secercah sinar, seperti bintang,
yang terkadang muncul, terkadang lenyap.
Ketika aku melihatnya, aku
berjalan mendekatinya, dan semakin dekat aku padanya, semakin besar dan semakin
terang sinar itu jadinya sampai aku yakin itu adalah sebuah mulut gua yang
menuntun ke udara terbuka. Aku berkata pada diriku sendiri, “Pasti ada
penjelasan untuk ini. Entah itu mulut gua kedua, seperti tempat mereka menurunkan
aku, atau sesuatu celah bebatuan.”
Aku berdiri berfikir-fikir
sebentar; lalu aku berjalan menuju cahaya itu dan mendapati bahawa itu adalah
sebuah lubang di sisi gunung yang dibuat oleh binatang buas tersebut melalui
mana mereka memasuki gua dan makan mayat-mayat itu hingga mereka kenyang dan
keluar seperti ketika mereka masuk.
Waktu aku melihat lubang, aku
merasa terbebas dari rasa takut dan kekhuatiranku, yakin akan hidup, setelah
berada di ambang kematian, dan sangat bahagia seakan-akan aku sedang bermimpi.
Lalu aku berusaha sampai berhasil memanjat keluar dari lubang itu, mendapati
diriku di sisi gunung besar yang berada di depan laut dan menjadi penghalang
antara laut, di satu sisi, dan di pulau serta kota itu, di sisi yang lain,
sehingga tak seorangpun dapat mencapai bahagian itu dari kota.
Aku memuji dan bersyukur kepada
Tuhan yang Maha Kuasa, merasa amat sangat bahagia dan menemukan kembali
keberanianku. Lalu aku kembali melalui lubang itu ke dalam gua dan membawa
keluar semua makanan dan air yang telah kusimpan.
Lalu aku mengganti pakaianku,
mengenakan sebahagian dari pakaian orang yang sudah mati, dan mengumpulkan
banyak sekali kalung mutiara dan batu-batu mulia, hiasan emas dan perak yang
dibungkus permata, dan benda-benda berharga lain yang kutemukan pada
mayat-mayat itu dan dengan menggunakan pakaian orang yang telah mati tersebut
aku membungkus perhiasan itu dalam beberapa bungkus, membawanya keluar melalui
lubang sisi gunung dan berdiri di pantai.
Setiap hari aku pergi ke dalam
gua dan menjelajahinya, dan setiap kali mereka mengubur orang hidup-hidup, aku
membunuhnya, entah dia lelaki atau wanita, mengambil makanan dan airnya, keluar
dari gua, dan duduk di pantai menunggu pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa,
melalui sebuah kapal yang lewat. Untuk beberapa lama, aku terus mengumpulkan
seluruh perhiasan yang dapat kutemukan, mengikatnya dalam bungkusan-bungkusan
dari pakaian orang yang mati, dan membawanya keluar dari gua.
Suatu hari, ketika aku sedang
menunggu di pantai, memikirkan tentang keadaanku, aku melihat sebuah kapal
melintas di tengah laut yang gemuruh dan bergelombang. Aku mengambil sehelai
baju putih yang telah kuambil dari salah satu mayat, mengikatnya pada sebuah
tongkat, dan berjalan sepanjang pantai, memberi tanda-tanda dengan baju itu
pada orang-orang di atas kapal, hingga, ketika kebetulan menatap ke arahku,
mereka melihatku dan berpaling ke arahku, dan ketika mereka mendengar
teriakanku, mereka mengirimkan sebuah perahu dengan sekelompok orang.
Ketika mereka telah dekat denganku,
mereka berkata:
“Siapakah kau, dan mengapa kau duduk di tempat ini, dan bagaimana engkau boleh sampai di gunung ini, kerana sepanjang hidup kami belum pernah menemukan orang yang berhasil sampai ke sini?”
Aku berkata, “Aku seorang pedagang, yang kapalnya tenggelam, dan aku menyelamatkan diriku dengan sebatang papan kayu, dengan beberapa barang milikku.” Mereka membawaku bersama mereka naik perahu, membawa semua yang telah kuambil dari gua, yang terbungkus dengan pakaian dan kain kafan mayat itu, naik ke kapal, dan membawaku dengan seluruh harta milikku menemui nakhoda.
“Siapakah kau, dan mengapa kau duduk di tempat ini, dan bagaimana engkau boleh sampai di gunung ini, kerana sepanjang hidup kami belum pernah menemukan orang yang berhasil sampai ke sini?”
Aku berkata, “Aku seorang pedagang, yang kapalnya tenggelam, dan aku menyelamatkan diriku dengan sebatang papan kayu, dengan beberapa barang milikku.” Mereka membawaku bersama mereka naik perahu, membawa semua yang telah kuambil dari gua, yang terbungkus dengan pakaian dan kain kafan mayat itu, naik ke kapal, dan membawaku dengan seluruh harta milikku menemui nakhoda.
Nakhoda berkata padaku, “Kawan,
bagaimana engkau boleh mencapai gunung besar ini, yang menghalangi pantai dan
kota di belakangnya, sebab aku telah melayari laut ini dan melewati gunung ini
sepanjang hidupku, tapi aku tidak pernah melihat siapapun di sini, kecuali
burung-burung dan binatang buas?”
Aku menjawab, “Aku seorang
pedagang di kapal besar yang tenggelam, dan aku terlempar ke laut dengan
seluruh barang daganganku, yang terdiri atas bahan-bahan dan pakaian yang kau
lihat. Tapi aku menempatkannya di atas sebuah papan kayu dari kapal, dan takdir
dan nasib baik menolongku, dan aku mendarat di gunung ini, di mana aku
menanti-nanti seseorang yang lewat dan membawaku bersamanya.”
Tapi tidak menceritakan pada
mereka tentang apa yang telah terjadi padaku di kota itu atau di dalam gua,
sebab aku khuatir mungkin ada salah seorang dari kota itu yang naik kapal ini.
Lalu aku mengeluarkan sejumlah besar hartaku dan menyerahkannya kepada nakhoda,
sambil berkata:
“Tuan, engkaulah yang menyebabkan aku tertolong dari gunung ini. Ambillah hadiah ini sebagai tanda terima kasih atas apa yang telah engkau lakukan.” Tapi dia menolak hadiahku, sambil berkata:
“Tuan, engkaulah yang menyebabkan aku tertolong dari gunung ini. Ambillah hadiah ini sebagai tanda terima kasih atas apa yang telah engkau lakukan.” Tapi dia menolak hadiahku, sambil berkata:
“Kami tidak menerima apapun
dari siapa saja, dan jika kami melihat seorang dari kapal yang tenggelam berada
di pantai atau sebuah pulau, kami membawanya serta, memberinya makan dan
memberinya minum, dan jika dia tidak berpakaian, kami memberinya pakaian, dan
jika kami mencapai sebuah pelabuhan yang aman, kami memperlakukannya dengan
baik dan murah hati dan memberinya hadiah, demi Tuhan yang Maha Kuasa.”
Ketika aku mendengarkan
kata-katanya, aku mengucapkan doa-doa, memohonkan umur panjang untuknya.
Kami belayar dari laut ke laut dan dari pulau-ke pulau, sementara aku bersyukur kerana telah ditolong dan diselamatkan, tapi setiap kali aku ingat ketika bersama-sama dengan isteriku yang telah meninggal di dalam gua, aku hampir kehilangan akal. Akhirnya, dengan bantuan Tuhan yang Maha Kuasa, kami tiba dengan selamat di Basrah, di mana aku tinggal selama beberapa hari, lalu meneruskan perjalanan ke Baghdad.
Kami belayar dari laut ke laut dan dari pulau-ke pulau, sementara aku bersyukur kerana telah ditolong dan diselamatkan, tapi setiap kali aku ingat ketika bersama-sama dengan isteriku yang telah meninggal di dalam gua, aku hampir kehilangan akal. Akhirnya, dengan bantuan Tuhan yang Maha Kuasa, kami tiba dengan selamat di Basrah, di mana aku tinggal selama beberapa hari, lalu meneruskan perjalanan ke Baghdad.
Di sana, aku menuju kampungku,
memasuki rumahku, dan bertemu dengan saudara-saudara dan kawan-kawanku,
menanyakan tentang keadaan mereka, dan meraka ikut bergembira dan menyalamiku
kerana aku telah kembali dengan selamat. Lalu aku menyimpan semua bawaanku di
dalam stor penyimpananku, memberi sedekah dan pakaian kepada para janda dan
anak-anak yatim, dan membahagikan hadiah-hadiah.
Aku merasa sangat senang dan
gembira dan kembali pada kebiasaan lamaku bertemu kawan-kawan dan sahabat dan
tenggelam dalam kesenangan. Jadi, inilah kejadian yang paling luar biasa dari
pelayaranku yang keempat.
Makanlah bersamaku sekarang, saudara-saudara, dan kembalilah esok, seperti biasa, dan aku akan menceritakan kepada kalian apa yang terjadi padaku dalam pelayaranku yang kelima, sebab pelayaran itu lebih luar biasa dan lebih menakjubkan daripada yang sebelumnya.
Makanlah bersamaku sekarang, saudara-saudara, dan kembalilah esok, seperti biasa, dan aku akan menceritakan kepada kalian apa yang terjadi padaku dalam pelayaranku yang kelima, sebab pelayaran itu lebih luar biasa dan lebih menakjubkan daripada yang sebelumnya.
Pengarang: Abu Hikmah Al Husni