.

.
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء و المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين أهلا وسهلا بكم إذا كانت هذه زيارتك الأولى للمنتدى، فيرجى التفضل بزيارة صفحة التعليمات كما يشرفنا أن تقوم بالتسجيل ، إذا رغبت بالمشاركة في المنتدى، أما إذا رغبت بقراءة المواضيع والإطلاع فتفضل بزيارة القسم الذي ترغب أدناه. عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله ﷺ يقول: "إن إبليس قال لربه: بعزتك وجلالك لا أبرح أغوي بني آدم مادامت الأرواح فيهم - فقال الله: فبعزتي وجلالي لا أبرح أغفر لهم ما استغفروني" اللّهم طهّر لساني من الكذب ، وقلبي من النفاق ، وعملي من الرياء ، وبصري من الخيانة ,, فإنّك تعلم خائنة الأعين ,, وما تخفي الصدور اللهم استَخدِمني ولاَ تستَبدِلني، وانفَع بيِ، واجعَل عَملي خَالصاً لِوجهك الكَريم ... يا الله اللهــم اجعل عملي على تمبـلر صالحاً,, واجعله لوجهك خالصاً,, ولا تجعل لأحد فيه شيئاً ,, وتقبل مني واجعله نورا لي في قبري,, وحسن خاتمة لي عند مماتي ,, ونجاةً من النار ومغفرةً من كل ذنب يارب يارب يارب

.

.

.

.

Tuesday, April 14, 2015

THAHARAH : WUDHU

KITAB THAHARAH

Terjemah Bahasa Indonesia


BAB WUDHU



Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri. Sebagaimana firman-Nya;
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”[1] 

Wudhu yang dilakukan oleh seseorang dapat menghapuskan kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya. Sebagaimana diriwayatkan dari ’Utsman bin ’Affan  ia berkata, Rasulullah   bersabda;

”Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskannya, maka akan keluar kesalahan-kesalahannya dari badannya bahkan sampai keluar dari bawah kuku-kukunya.”[2]  

Wudhu juga merupakan sarana pembersih dosa. Dari
Abu Hurairah , ia berkata bahwa Rasulullah  bersabda;

”Jika seorang hamba muslim atau hamba mukmin berwudhu lalu dia membasuh wajahnya, maka keluarlah dari wajahnya semua kesalahan yang dia lihat dengan kedua matanya bersama air atau tetes air yang terakhir. Jika dia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah dari keduanya semua kesalahan yang dilakukan oleh tangannya bersama air atau tetes air yang terakhir. Jika dia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah dari keduanya semua kesalahan yang dia berjalan dengan keduanya bersama air atau tetes air yang terakhir, sehingga dia keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.”42 

Tidaklah dapat menjaga wudhu, melainkan seorang mukmin. Diriwayatkan dari Tsauban  ia berkata, telah bersabda Rasulullah s.a.w;

42 HR. Muslim Juz 1 : 244.                                                  
“Luruskanlah, dan mendekatlah, beramallah, dan memilihlah. Ketauhilah bahwa sebaik-baik amal perbuatan kalian adalah shalat. Dan tidaklah (dapat) menjaga wudhu, melainkan seorang mukmin. 43

Dan seorang mukmin yang biasa berwudhu ketika di dunia, maka pada Hari Kiamat akan dijadikan wajahnya dan tangannya berkilauan karena bekas wudhu tersebut. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, aku
mendengar Rasulullah bersabda;

”Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dalam keadaan berkilauan dari bekas wudhu.”[3] 

Syarat Sah Wudhu 
Syarat sahnya wudhu adalah niat. Sebagaimana hadits dari Amirul Mu’minin, ‘Umar bin Al Khattab, dia berkata,
Aku mendengar Rasulullah bersabda;

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan.”[4] 



43 HR. Ahmad, Ibnu Hibban : 1037, Ad-Darimi, Hadits ini dihasankan                                                  oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 405.
Rukun-rukun Wudhu 
Rukun-rukun wudhu antara lain :

1. Berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq)
Imam Ahmad t berpendapat akan wajibnya berkumur-kumur dan beristinsyaq. Dan ini juga pendapat yang dipilih oleh Ibnu Abi Laila dan Ishaq. Dalil tentang perintah berkumur adalah sabda Rasulullah a;

“Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah” 46

Adapun dalil tentang menghirup air ke hidung adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata,
Rasulullah bersabda;
  
”Jika salah seorang dari kalian hendak berwudhu, maka masukkanlah air ke dalam hidungnya (istinsyaq), kemudian buanglah (istintsar).”[5] 

2. Membasuh wajah 
Batasan-batasan wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai jenggot yang turun dari dua jambang, dan dagu memanjang (atas ke bawah). Dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.


46 HR. Abu Dawud : 144. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani                                                  
3.  Membasuh kedua tangan hingga siku-siku 
Dibasuh dari ujung-ujung jari hingga ke siku dan siku masuk dalam daerah basuhan. Ini adalah pendapat Jumhur ulama’. Al Mubarrid t berkata;
”Jika batasan itu termasuk dalam jenis yang dibatasi, maka ia termasuk didalamnya.”

4.  Mengusap kepala termasuk telinga
Cara mengusap kepala adalah dengan mengusapkan kedua tangannya ke kepala dari muka ke belakang sampai tengkuk dan dikembalikan dari belakang ke muka, kemudian disambung dengan mengusap telinga. Mengusap kepala sekaligus telinga tersebut dengan satu kali usapan.  Hal ini berdasarkan hadits dari ’Abdullah bin Zaid;
”Rasulullah  mengusap kepalanya dengan kedua
tangannya, mengusap dengannya ke belakang dan ke depan.
Memulainya dari bagian depan kepalanya, kemudian membawanya ke bagian belakang (kepala)nya. Lalu mengembalikannya ke tempat semula (ke depan).”48 

Dalil tentang mengusap kepala adalah dengan sekali usapan adalah sebagaimana hadits dari ’Ali tentang cara berwudhu Nabi ”Beliau mengusap kepalanya satu kalia dia berkata; HR. Tirmidzi Juz 3 : 32.                                                  
48  HR. Abu Dawud : 115.
Adapun cara mengusap telinga adalah dengan memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam kedua telinga dan mengusap bagian luar kedua telinga dengan ibu jari. Hal ini sebagaimana hadits dari ’Amr dan ’Abdullah bin Syu’aib,
dari bapanya dari kakeknya tentang cara berwudhu
”Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya.”50  

Tidak perlu mengambil air baru untuk mengusap telinga, cukup menggunakan sisa air yang telah digunakan untuk mengusap kepala. Berkata Syaikh Al-Albani t dalam
Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah : 995;
“Tidak terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits Nabi a) yang mewajibkan mengambil air baru untuk mengusap dua telinga.
Keduanya diusap dengan sisa air dari mengusap kepala.”

5. Membasuh kedua kaki
Dalil tentang membasuh wajah hingga membasuh kaki adalah firman Allah;

50 HR. Abu Dawud : 135.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”51 

6. Tertib (berurutan)
Tertib merupakan rukun karena Allah q menyebutkan rukun-rukun wudhu didalam firmanNya Surat Al-Maidah ayat yang keenam secara tertib. Dan sebagiamana hadits dari
Jabir y bahwa  Rasulullah a bersabda;

                          ?????E ???? ?? ?? ? ???E ??? ????
”Mulailah dengan apa yang telah dimulai oleh Allah.”[6] 

7. Muwalah

Yang dimaksud dengan muwalah adalah bersambungan. Yaitu wudhu harus dilakukan bersambung dan tidak terpisah hingga anggota wudhu yang sebelumnya kering. Menurut Malikiyah dan Hanabilah hukum muwalah adalah fardhu. Dari Khalid (bin Ma’dan) dari sebagian sahabat Nabi;
51 QS. Al-Maidah : 6.                                                  
“Bahwa Nabi a melihat seseorang yang sedang melakukan shalat, sedangkan pada punggung telapak kakinya ada bagian sebesar uang dirham yang belum tersentuh air, lalu Nabi a memerintahkan untuk mengulangi wudhu dan shalat.”[7] 

Seandainya muwalah bukan rukun tentu Nabi a tidak memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulangi wudhunya, tetapi cukup membasuh punggung telapak kakinya saja. Akan tetapi kerena muwalah merupakan rukun, maka Nabi a memerintahkan orang tersebut agar mengulangi wudhunya dari awal. Namun jika pemisah wudhu hanya sebentar, maka hal itu tidak mengapa (wudhunya sah).  

Sunnah-sunnah Wudhu 
Sunnah-sunnah wudhu antara lain :

1.  Membaca basmalah
Jumhur ulama’ (Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Abu Hanifah, serta satu riwayat dari Imam Ahmad n) berpendapat        bahwa membaca         basmalah         ketika akan berwudhu           hukumnya           adalah Mustahab,       tidak    wajib. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah a bersabda; 

”Dan tidak ada wudhu untuk seseorang yang tidak menyebut nama Allah.”[8][9]  

2.  Bersiwak
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah y dari
Rasulullah a bahwa beliau bersabda;


“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka agar bersiwak setiap berwudhu.” 55

3.  Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali
Dari Humran -mantan budak Utsman -  ia mengatakan;
 “Bahwa Utsman y meminta air wudhu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur, dan beristintsar.”[10] 

Berkata Syaikh Alu Bassam t dalam Taudhihul Ahkam
I/161;
”Disunnahkan mencuci dua tangan tiga kali hingga ke pergelangan tangan sebelum memasukkan kedua tangan tersebut ke dalam air tempat wudhu, dan ini merupakan sunnah menurut ijma’.”

55 HR. Ahmad dan Malik : 146.                                                  
Membasuh kedua telapak tangan lebih ditekankan setelah bangun dari tidur malam. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda;
                                                           
”Apabila seseorang di antara kalian bangun dari tidurnya maka janganlah ia langsung memasukkan tangannya ke dalam tempat air sebelum mencucinya tiga kali terlebih dahulu sebab ia tidak mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh tangannya pada waktu malam.” [11]

4.              Menggabungkan berkumur dan memasukkan air ke hidung (lalu mengeluarkannya) dengan segenggam (satu cidukan) air sebanyak tiga kali
Dari ’Abdullah bin Zaid tentang cara berwudhu;

”Kemudian beliau memasukkan tangannya, lalu mengeluarkannya, lalu berkumur, dan menghirup air ke hidung dengan satu telapak tangan. Beliau melakukannya (sebanyak) tiga kali.”[12]

5.              Memasukkan air ke hidung (lalu mengeluarkannya)  dengan sangat bagi yang tidak puasa
Sebagaimana diriwatkan dari Laqith bin Shabirah berkata, bahwa Rasulullah bersabda;
  
“Hiruplah air ke dalam hidung dengan kuat, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” 59

6.              Menyela-nyelai jenggot yang tebal, jari-jemari tangan, dan jari-jari kaki
Diriwayatkan dari Utsman bin ’Affan ia berkata;
”Bahwa         Nabi a             menyela-nyelai           jenggotnya      (dalam berwudhu).”[13]

Dan hadits dari Laqith bin Shabirah berkata, bahwa
Rasulullah bersabda;
”Sempurnakanlah dalam berwudhu usaplah sela-sela jarijemari.”[14] 



59 HR. Abu Dawud : 142, Nasa’i Juz 1 : 87, dan Ibnu Majah : 407.                                                  
7. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
Diriwayatkan dari ’Aisyah ia berkata;
”Adalah Nabi y suka mendahulukan yang kanan dalam bersandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam segala hal.”62 

Dan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda; 
”Apabila kalian berwudhu, maka mulailah dengan (anggota) yang kanan.”[15] 

Imam Nawawi berkata;
”Para ulama’ sepakat atas sunnahnya mendahulukan yang kanan dalam berwudhu, barangsiapa yang menyelisihinya, maka dia tidak mendapatkan keutamaan, tetapi sah wudhunya.”

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni berkata;
”Tidak diketahui adanya perselisihan tentang tidak wajibnya mendahulukan yang kanan atas yang kiri (maksudnya hal
tersebut adalah sunnah dan bukan wajib).”


62 Muttafaq ’alaih.                                                 HR. Bukhari Juz 1 : 166, lafazh ini miliknya       dan
Muslim Juz 1 : 268.
8. Membasuh sebanyak tiga kali
Nabi a pernah wudhu dengan sekali kali basuhan, dua kali basuhan, dan tiga kali basuhan. Basuhan pertama adalah wajib, sedangkan basuhan kedua dan ketiga adalah sunnah.
Diriwayatkan dari Jabir berkata;
”Bahwasanya Nabi a pernah berwudhu satu kali satu kali, dua kali dua kali, dan tiga kali tiga kali.”64  
Dan tidak diperbolehkan membasuh lebih dari tiga kali.
Sebagaimana diriwayatkan dari ’Amru bin Syu’aib, dari
Bapanya, dari datuknya;

“Datang seorang Arab badui kepada Nabi a untuk bertanya tentang wudhu. Lalu beliau mengajarinya tiga kali tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Inilah cara berwudhu. Barangsiapa yang menambahinya (lebih daripada) ini, maka ia telah berbuat buruk, melampaui batas, atau berbuat kezhaliman.”[16]  


64 HR. Tirmidzi Juz 1 : 45.                                                  
9.      Menggosok anggota wudhu
Diriwayatkan dari ’Abdullah bin Zaid;
 “Bahwa Nabi a pernah diberi air sebanyak dua pertiga mud, lalu beliau gunakan untuk menggosok kedua hastanya.”66 

10.  Berdoa setelah berwudhu
Diriwayatkan dari ’Umar ia berkata, Rasulullah bersabda;  

”Barangsiapa  yang berwudhu dengan membaguskan wudhunya. Lalu  berdaa; 
 (Aku bersaksi bahwa tiada Sesembahan (yang berhak untuk disembah) selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orangorang yang selalu mensucikan diri.)  
66 HR. Ibnu Khuzaimah : 118.                                                  
                                                          
Maka dibukakan baginya pintu-pintu Surga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki.” [17]

11. Melakukan Shalat Sunnah Wudhu
Diriwayatkan dari Utsman, Rasulullah bersabda;
”Barangsiapa berwudhu seperti cara wudhuku ini, kemudian shalat dua raka’at dimana ia tidak berbicara dengan dirinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[18]

Shalat Sunnah Wudhu dilakukan dengan dua raka’at atau lebih, boleh dilakukan kapanpun, walaupun pada waktuwaktu terlarang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah berkata kepada Bilal setelah shalat Subuh;
”Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebuah amalan yang paling engkau harapkan didalam Islam, karena sesungguhnya aku mendengar suara sandalmu dihadapanku di Surga?” Bilal y menjawab, ”Tidak ada sebuah amal yang paling aku harapkan melainkan tidaklah aku bersuci pada waktu malam atau siang, kecuali aku melakukan shalat setelahnya sebanyak raka’at yang telah Allah tetapkan untukku.”[19]

Catatan :
      Tidak disyari’atkan membaca doa-doa tertentu ketika membasuh anggota wudhu. Kerena tidak ada dalil yang mendukung hal tersebut. Yang ada hanyalah doa diakhir wudhu.

      Tidak mengapa berbicara ketika berwudhu. Karena tidak ada satu dalilpun yang menunjukkan akan larangannya.

      Hendaknya     hemat dalam menggunakan air.
Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata;
 “Nabi a berwudhu dengan satu mud dan beliau mandi dengan satu sha’ (empat mud) sampai lima mud.”[20]

               Diperbolehkan setelah berwudhu mengeringkan air dengan sapu tangan, handuk, atau yang semisalnya. Diantara salafus shalih yang membolehkan menyeka badan sesudah mandi dan wudhu adalah; Utsman bin Affan, Hasan bin ’Ali, Anas bin Malik o, Hasan AlBashri, Ibnu Sirin, Alqamah, Asy-Sya’bi, Sufyan AtsTsauri dan Ishaq bin Rahawaih, pendapat ini yang dipegang oleh Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan satu riwayat dari Madzhab Syafi’iyah. Diantara dalilnya adalah hadits dari Salman Al-Farisi;
”Sesungguhnya Rasulullah a berwudhu, kemudian beliau membalik jubah wol yang dikenakannya. Lalu beliau mengusap wajah dengannya.”[21] 



      Apabila seseorang mempunyai luka yang terbuka (tidak diperban) harus dibasuh dengan air. Jika berbahaya maka luka tersebut dapat diusap dengan air. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, maka beralih kepada tayamum. Dan jika luka tersebut tertutup (diperban) maka harus diusap dengan air. Namun, jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, maka beralih kepada tayamum. Tidak disyaratkan mengikat (perban) dalam keadaan suci dan tidak ada batasan waktu dalam mengusap perban. Ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri 2. 

      Barangsiapa yang sama sekali tidak mendapatkan air atau debu, maka dia boleh mengerjakan shalat semampunya dan tidak wajib mengulangi shalatnya. Ini adalah pendapat Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan.

Pembatal-pembatal Wudhu 
Pembatal-pembatal wudhu antara lain :

1. Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul
Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul baik berupa; benda padat, cair, angin, dan sebagainya, maka ini semua membatalkan wudhu. Dintara dalilnya adalah hadits
dari ’Ali bin Thalq bahwa Rasulullah bersabda;
”Apabila seseorang di antara kalian buang angin  dalam
shalat, maka hendaknya ia membatalkan shalat, berwudhu, dan mengulangi shalatnya.”72
72 HR. Abu Dawud : 205.                                                  
2. Tidur nyenyak
Dari ‘Ali ‘ bin Abi Thalib  ia berkata, Rasulullah  bersabda;
                                                                    
”Pengikat dubur (adalah) kedua mata, maka barangsiapa yang tidur hendaklah ia berwudhu.” [22]
Akan tetapi tidak semua tidur membatalkan wudhu. Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang sangat nyenyak sehingga hilang kesadaran dan jika ada yang keluar darinya, maka ia tidak merasakan. Diantara dalil bahwa tidur yang tidk nyenyak tidak membatalkan wudhu adalah riwayat dari Anas Ibnu Malik , ia berkata;
”Para sahabat Rasulullah  tidur, kemudian mereka bangkit shalat dan tidak berwudhu.”[23] 

3.  Hilang akal kerena sakit (gila), pingsan, atau mabuk
Ini adalah salah satu pembatal wudhu berdasarkan ijma’. Karena hilangnya akal pada keadaan seperti ini lebih besar daripada tidur. 




4.  Menyentuh kemaluan tanpa penghalang dan dengan syahwat
Menyentuh kemaluan yang dapat membatalkan wudhu adalah menyentuh dengan menggunakan telapak tangan (batasan telapak tangan adalah dari ujung jari-jari hingga ke pergelangan tangan), baik itu dengan telapak tangan atau dengan punggung tangan. Dan menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu selama tidak disertai dengan syahwat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dan Syikh Al-Albani n. Diriwayatkan dari
Busrah binti Shafwan y bahwa Rasulullah  bersabda;

”Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu”75

Dan dari Qais bin Thalq  dari Bapanya berkata;
“Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah a, ”Apakah harus berwudhu salah seorang diantara kami jika menyentuh kemaluannya?” Rasulullah a menjawab: ”Tidak karena ia hanya sepotong (daging) darimu atau  tubuhmu.”[24]
75 HR. Ahmad, Abu Dawud : 181, Ibnu Hibban : 1116, dan Baihaqi Juz 1                                                  
: 639. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 116.
5. Memakan daging unta
Memakan daging unta membatalkan wudhu. Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq, Abu Khaitsamah, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, salah satu dari dua pendapat Asy-Syafi’i, dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah n. Dalilnya adalah hadits dari Jabir bin
Samurah ;

”Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah a, ”Apakah aku harus berwudhu (setelah makan) daging kambing?” Beliau menjawab, ”Jika engkau menghendaki berwudhu (silakan), jika engkau menghendaki tidak berwudhu (tidak apa-apa)” Orang tersebut bertanya lagi, ”Apakah aku harus berwudhu (setelah memakan) daging unta?” Beliau menjawab: ”Ya, engkau harus berwudhu
(setelah memakan) daging unta.”77

Imam an-Nawawi t berkata;
“Pendapat ini (berwudhu karena memakan daging unta) lebih kuat dalilnya, walaupun jumhur menyalahinya.” 

Catatan :
• Memakan usus, hati, babat, atau sumsum unta juga membatalkan wudhu, karena hal tersebut sama dengan dagingnya. Untuk lebih berhati-hati, maka sebaiknya juga berwudhu sesudah minum atau makan kuah daging unta. 
77 HR. Muslim Juz 1 : 360, lafazh ini miliknya, Tirmidzi Juz 1 : 81, dan                                                  
Abu Dawud : 184.
      Adapun air susu unta tidak membatalkan wudhu, karena Rasulullah n pernah menyuruh suatu kaum minum air susu unta dan beliau tidak menyuruh mereka berwudhu sesudahnya.

      Darah yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) membatalkan wudhu, baik itu banyak atau sedikit. Sedangkan darah yang keluar dari bagian tubuh yang lain, seperti hidung, gigi, luka, dan sebagainya tidak membatalkan wudhu, baik itu sedikit maupun banyak. Dan inilah pendapat Malikiyah dan Syafi’iyah. Diantara dalil tentang tidak batalnya wudhu karena keluarnya darah dari selain dua jalan (qubul dan dubur) adalah sebagaimana disebutkan dalam suatu riwayat bahwa ‘Ubad bin Basyar  (seorang sahabat Anshar), yang di panah ketika beliau berjaga di lereng gunung, darahnya bercucuran namun beliau tetap meneruskan shalatnya.[25]  

      Apabila seseorang menyentuh duburnya, maka hal itu tidak membatalkan wudhu karena tidak adanya dalil yang melarangnya dan pada dasarnya adalah boleh, karena dubur tidak dinamakan kemaluan. Maka tidak sah menyamakannya dengan kemaluan, karena tidak adanya alasan menggabungkan larangan keduanya. Ini adalah pendapat Syaikh Abu Malik Kamal 2.

               Menyentuh wanita tanpa penghalang tidak membatalkan wudhu. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin . Diantara dalil bahwa bersentuhan dengan wanita tidak membatalkan wudhu adalah riwayat dari Aisyah , ia berkata; “Suatu ketika aku tidur dihadapan Rasulullah a, sedangkan kedua kakiku ada disebelah kiblat beliau (ditempat sujud). Jika beliau sujud, beliau merabaku dengan tangannya, maka aku lipatkan kedua kakiku, jika aku berdiri, maka luruskan kembali keduanya,” Aisyah berkata, “(Waktu itu) dirumah-rumah belum ada lentera.”[26] 

Berkata Ibnu Qudamah t dalam kitabnya Al-Mughni
I/190;
”Sesungguhnya semata-mata menyentuh saja tidak membatalkan wudhu, akan tetapi (wudhunya) bisa batal jika sampai keluar madzi atau mani.”

• Apabila seseorang yakin bahwa ia telah berwudhu, lalu ragu-ragu apakah apakah ia sudah batal atau belum, maka ia harus berpegang pada apa yang ia yakini (yaitu suci) sehingga ia tidak wajib berwudhu lagi, karena yang yakin adalah sudah berwudhu, sedang batalnya masih diragukan. Hal ini merupakan salah satu bentuk penerapan dari Qaidah Fiqhiyyah



”Sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan  
keraguan”

Qaidah ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairahy berkata bahwa Rasulullah  bersabda;

“Apabila seseorang di antara kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian ia ragu-ragu apakah dia mengeluarkan sesuatu (angin) atau tidak, maka janganlah sekali-kali ia keluar dari masjid kecuali ia mendengar suara atau mencium bau(nya).”80 

Hal-hal yang Mewajibkan Untuk Berwudhu
Hal-hal yang mewajibkan untuk berwudhu antara lain :

1. Shalat
Sebagaimana firman Allah ;
 ???ø??????
80 HR. Muslim Juz 1 : 362.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”81 

Dan juga hadits dari Anas bin Malik  ia berkata, Aku
mendengar Rasulullah  bersabda;

”Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci (berwudhu).”[27]

2. Thawaf disekitar Ka’bah
Nabi  bersabda;
  

“Thawaf di baitullah adalah shalat. Hanya saja Allah
memperbolehkan berbicara didalamnya.”[28]  

Catatan :
Seorang yang berhadats kecil diperbolehkan menyentuh mushaf. Namun menyentuh mushaf dengan berwudhu adalah lebih utama. Berkata Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani t;
”Membaca Al-Qur’an tanpa berwudhu adalah suatu perkara yang dibolehkan, karena tidak ada suatu nash dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ataupun Sunnah yang melarang membaca Al-Qur’an tanpa bersuci.”
81 QS. Al-Maidah : 6.                                                  
Hal-hal yang Disunnahkan Untuk Berwudhu
Hal-hal yang disunnahkan untuk berwudhu antara lain :

1. Ketika berdzikir dan berdoa kepada Allah q
Diantara dalilnya adalah hadits Al-Muhajir bin Qunfudz ;
”Bahwa ia mengucapkan salam kepada Rasulullah a, dan beliau sedang berwudhu, Nabi a tidak menjawabnya hingga beliau (selesai) berwudhu, kemudian menjawabnya dan bersabda, ”Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab salammu, hanya saja aku tidak suka menyebut Nama Allah kecuali dalam kedaan suci.”[29][30]

Berwudhu dalam keadaan tersebut tidak wajib, tetapi sunnah.
Hal ini berdasarkan hadits ’Aisyah i ia berkata;
”Nabi a selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap  keadaan.”[31] 
2. Ketika hendak tidur
Sebagaimana diriwayatkan dari Al-Bara’ bin Azib , beliau berkata, Nabi  bersabda;

”Jika engkau mendatangi tempat berbaringmu (hendak tidur), maka berwudhulah seperti wudhumu ketika (akan)
shalat. Kemudian berbaringlah di atas sisi (tubuh)mu yang kanan. Lalu Katakanlah,
 (Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku kepada-Mu, karena berharap (mendapatkan rahmat-Mu) dan takut terhadap (siksaan-Mu). Tidak ada tempat perlindungan dan penyelamatan dari (ancaman)-Mu, kecuali kepada-Mu.Ya Allah, aku beriman terhadap kitab yang telah Engkau turunkan, dan (kebenaran) Nabi-Mu yang
telah Engkau utus.)
Apabila Engkau meninggal dunia di waktu (tidur)mu
(tersebut), maka engkau akan meninggal dunia di atas fitrah (agama Islam). Jadikanlah (doa ini) sebagai akhir dari
Berkata Al-Bara’ bin Azib , ”Aku terus mengulang (untuk menghafal)nya dihadapan Nabi . Ketika aku telah sampai pada bacaan,   
(Aku beriman terhadap kitab yang telah Engkau turunkan.)
  
Aku mengatakan, (Dan Rasul-Mu (yang telah Engkau utus.)
              
Beliau lantas bersabda, “Tidak, (Nabi-Mu yang telah Engkau utus.)” [32]

3. Orang yang junub ketika hendak makan, minum, atau tidur
Diriwayatkan dari ’Aisyah , beliau berkata;
”Ketika Rasulullah a dalam keadaan junub dan beliau hendak makan atau tidur, maka beliau berwudhu
sebagaimana wudhu untuk shalat.”[33] 

Berkata Syaikh Bin Baz t;
”Rasulullah a ketika sedang junub, lalu ingin tidur, beliau mandi terlebih dahulu. Dan masalah orang junub (yang) hendak tidur ini ada tiga kemungkinan : Seseorang tidur tanpa wudhu dan tanpa mandi, maka ini
      makruh dan menyelisihi Seseorang beristinja’ dan berwudhu sebagaimana Sunnah. wudhu untuk shalat kemudian tidur, maka ini
      diperbolehkan. Seseorang berwudhu dan mandi terlebih dahulu kemudian tidur, maka ini adalah yang sempurna.”

4. Karena ingin mengulangi jima’
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri  ia berkata,
Rasulullah  bersabda;
  
”Apabila seseorang di antara kalian mendatangi istrinya (jima’) kemudian ingin mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu.”88

Adapun untuk mandi junub, diperbolehkan seorang beberapa kali jima’ cukup dengan sekali mandi. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas ;

”Sesungguhnya Nabi  mengelilingi istri-istrinya dengan sekali mandi.”89

5. Karena memakan makanan yang tersentuh api
(dibakar)
Hal ini sebagaimana hadits dari Abu hurairah  ia berkata, Aku mendengar Rasulullah  bersabda;
                                                                                                          
”Berwudhulah karena memakan makanan yang tersentuh api.”90
Perintah dalam hadits diatas mengandung arti anjuran, karena ada hadits lain yang memalingkannya dari makna wajib.
Diantaranya adalah hadits Ja’far bin ’Amru bin Umayyah y;

                                                 
88 HR. Muslim Juz 1 : 308 dan Tirmidzi Juz 1 : 141.
9089 HR. Muslim Juz 1 : 309.  HR. Muslim Juz 1 : 351, Nasa’i Juz 1 : 171, lafazh ini miliknya, Tirmidzi Juz 1 : 79, dan Ibnu Majah : 485.
 “Aku bersaksi bahwa ayahku pernah melihat Rasulullah a memakan makanan yang tersentuh api, kemudian beliau shalat dan tidak berwudhu.”91 

Hal ini menunjukan bahwa disunnahkannya wudhu setelah memakan daging yang tersentuh api, bukan wajib.

6.  Setiap akan shalat (walaupun wudhunya belum batal) Sebagaimana hadits Abu Hurairah  beliau berkata,
Rasulullah  bersabda;
”Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh akan aku perintah mereka untuk berwudhu setiap akan shalat dan
bersiwak setiap akan berwudhu.”[34] 

7.  Setiap kali berhadats
Dari Abu Hurairahy, bahwasanya Rasulullah  berkata kepada Bilal  setelah shalat Subuh;

91 HR. Ibnu Majah : 490

  ”Wahai Bilal, kebarkanlah kepadaku sebuah amalan yang paling engkau harapkan didalam Islam, karena sesungguhnya aku mendengar suara sandalmu dihadapanku di Surga?” Bilal menjawab, ”Tidak ada sebuah amal yang paling aku harapkan melainkan tidaklah aku bersuci pada waktu malam atau siang, kecuali aku melakukan shalat setelahnya sebanyak raka’at yang telah Allah tetapkan untukku.”[35]

8. Setelah muntah
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits dari Abu
Darda’ ;

  
”Bahwasanya Nabi  muntah lalu beliau berbuka dan berwudhu.”[36]


[1] QS. Al-Baqarah : 222.
[2] HR. Muslim Juz 1 : 245.
[3] Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 136 dan Muslim Juz 1 : 246, lafazh ini miliknya.
[4] Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 1 dan Muslim Juz 3 : 1907.
[5] HR. Muslim Juz 1 : 237 dan Abu Dawud : 140.
[6] HR. Nasa’i : 2962, lafazh ini miliknya dan Muslim Juz 2 : 1218.
[7] HR. Abu Dawud : 175. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud : 161 dan Irwa’ul Ghalil : 86.
[8] HR. Ahmad, Abu Dawud : 101, Tirmidzi : 25, dan Ibnu Majah : 397.
Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil :
[9] .
[10] Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 158 dan Muslim Juz 1 : 226, lafazh ini miliknya.
[11] Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 160 dan Muslim Juz 1 : 278, lafazh ini miliknya.
[12] Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 188 dan Muslim Juz 1 : 235, lafazh ini miliknya.
[13] HR. Tirmidzi Juz 1 : 31.
[14] HR. Abu Dawud : 142.
[15] HR. Ibnu Majah : 402.
[16] HR. Ibnu Majah : 422.
[17] HR. Muslim Juz 1 : 234, Abu Dawud : 169, Tirmidzi Juz 1 : 55, lafazh ini miliknya, Nasa’i Juz 1 : 148, dan Ibnu Majah : 470.  Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ish
Shaghir : 6167.
[18] Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 158 dan Muslim Juz 1 : 226, lafazh ini miliknya.
[19] Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 1098 dan Muslim Juz 4 : 2458, lafazh ini miliknya.
[20] HR. Bukhari Juz 1 : 198 dan Muslim Juz 1 : 325, lafazh ini miliknya.
[21] HR. Abu Dawud : 468.
[22] HR. Abu Dawud : 203. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 133.
[23] HR. Muslim Juz 1 : 376 dan Tirmidzi Juz 1 : 78, lafazh ini miliknya.
[24] HR. Ahmad, Nasa’i Juz 1 : 165, dan Ibnu Hibban : 1120.
[25] HR. Abu Dawud : 198.
[26] HR. Bukhari Juz 1 : 375 dan Muslim Juz 1 : 512.
[27] HR. Muslim Juz 1 : 224, Tirmidzi Juz 1 : 1, dan Ibnu Majah : 273, lafazh ini miliknya.
[28] HR. Syafi’i. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 121.
[29] HR. Ahmad, lafazh ini miliknya, Abu Dawud : 17, dan Ibnu Majah :
[30] .
[31] HR. Muslim Juz 1 : 373.
[32] HR. Bukhari Juz 1 : 244, lafazh ini miliknya dan Muslim Juz 4 : 2710.
[33] HR. Bukhari Juz 1 : 284, Muslim Juz 1 : 305, lafazh ini miliknya, Abu Dawud : 222, dan Nasa’i Juz 1 : 258.
[34] HR. Ahmad. Hadits ini dinilai oleh Syaikh Al-Albani t bahwa derajatnya adalah Hasan Shahih. Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib : 200.
[35] Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 1098 dan Muslim Juz 4 : 2458, lafazh ini miliknya.
[36] HR. Tirmidzi Juz 1 : 87 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 111. 


Untuk Selanjutnya Muat Turun Di Sini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

.

Rasulullah s.a.w bersabda :

” Sesungguhnya seorang hamba yang bercakap sesuatu kalimah atau ayat tanpa mengetahui implikasi dan hukum percakapannya, maka kalimah itu boleh mencampakkannya di dalam Neraka lebih sejauh antara timur dan barat” ( Riwayat Al-Bukhari, bab Hifdz al-Lisan, 11/256 , no 2988)