KITAB THAHARAH
Terjemah Bahasa Indonesia
BAB WUDHU
Allah mencintai orang-orang yang
mensucikan diri. Sebagaimana firman-Nya;
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.”[1]
Wudhu yang dilakukan oleh
seseorang dapat menghapuskan kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya.
Sebagaimana diriwayatkan dari ’Utsman bin ’Affan ia berkata, Rasulullah bersabda;
”Barangsiapa
yang berwudhu lalu membaguskannya, maka akan keluar kesalahan-kesalahannya dari
badannya bahkan sampai keluar dari bawah kuku-kukunya.”[2]
Wudhu juga merupakan sarana pembersih dosa. Dari
Abu Hurairah , ia berkata bahwa Rasulullah bersabda;
”Jika
seorang hamba muslim atau hamba mukmin berwudhu lalu dia membasuh wajahnya,
maka keluarlah dari wajahnya semua kesalahan yang dia lihat dengan kedua
matanya bersama air atau tetes air yang terakhir. Jika dia membasuh kedua
tangannya, maka keluarlah dari keduanya semua kesalahan yang dilakukan oleh
tangannya bersama air atau tetes air yang terakhir. Jika dia membasuh kedua
kakinya, maka keluarlah dari keduanya semua kesalahan yang dia berjalan dengan
keduanya bersama air atau tetes air yang terakhir, sehingga dia keluar dalam
keadaan bersih dari dosa-dosa.”42
Tidaklah dapat menjaga wudhu,
melainkan seorang mukmin. Diriwayatkan dari Tsauban ia berkata, telah bersabda Rasulullah s.a.w;
42 HR. Muslim
Juz 1 : 244.
“Luruskanlah,
dan mendekatlah, beramallah, dan memilihlah. Ketauhilah bahwa sebaik-baik amal
perbuatan kalian adalah shalat. Dan tidaklah (dapat) menjaga wudhu, melainkan
seorang mukmin.” 43
Dan seorang mukmin yang biasa
berwudhu ketika di dunia, maka pada Hari Kiamat akan dijadikan wajahnya dan
tangannya berkilauan karena bekas wudhu tersebut. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ia berkata, aku
mendengar Rasulullah bersabda;
”Sesungguhnya
umatku akan datang pada hari kiamat dalam keadaan berkilauan dari bekas wudhu.”[3]
Syarat
Sah Wudhu
Syarat sahnya wudhu adalah niat.
Sebagaimana hadits dari Amirul Mu’minin, ‘Umar bin Al Khattab, dia berkata,
Aku mendengar Rasulullah bersabda;
“Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung pada niatnya.
Dan sesungguhnya setiap
orang (akan dibalas) berdasarkan
apa yang ia niatkan.”[4]
43 HR. Ahmad,
Ibnu Hibban : 1037, Ad-Darimi, Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 405.
Rukun-rukun
Wudhu
Rukun-rukun wudhu antara lain :
1.
Berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq)
Imam Ahmad t
berpendapat akan wajibnya berkumur-kumur dan beristinsyaq. Dan ini juga pendapat yang dipilih oleh Ibnu Abi Laila
dan Ishaq. Dalil tentang perintah berkumur adalah sabda Rasulullah a;
“Jika
engkau berwudhu, maka berkumurlah” 46
Adapun dalil tentang menghirup air ke hidung adalah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata,
Rasulullah bersabda;
”Jika
salah seorang dari kalian hendak berwudhu, maka masukkanlah air ke dalam
hidungnya (istinsyaq), kemudian buanglah (istintsar).”[5]
2.
Membasuh wajah
Batasan-batasan wajah adalah mulai
dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai jenggot yang turun dari dua jambang,
dan dagu memanjang (atas ke bawah). Dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.
46 HR. Abu
Dawud : 144. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
3. Membasuh kedua tangan hingga siku-siku
Dibasuh dari ujung-ujung jari
hingga ke siku dan siku masuk dalam daerah basuhan. Ini adalah pendapat Jumhur
ulama’. Al Mubarrid t berkata;
”Jika batasan itu termasuk dalam jenis yang dibatasi,
maka ia termasuk didalamnya.”
4. Mengusap kepala termasuk telinga
Cara mengusap kepala adalah dengan
mengusapkan kedua tangannya ke kepala dari muka ke belakang sampai tengkuk dan
dikembalikan dari belakang ke muka, kemudian disambung dengan mengusap telinga.
Mengusap kepala sekaligus telinga tersebut dengan satu kali usapan. Hal ini berdasarkan hadits dari ’Abdullah bin
Zaid;
”Rasulullah mengusap kepalanya dengan kedua
tangannya, mengusap dengannya ke belakang dan ke
depan.
Memulainya dari bagian depan kepalanya, kemudian
membawanya ke bagian belakang (kepala)nya. Lalu mengembalikannya ke tempat
semula (ke depan).”48
Dalil tentang mengusap kepala
adalah dengan sekali usapan adalah sebagaimana hadits dari ’Ali tentang cara
berwudhu Nabi ”Beliau mengusap kepalanya satu kalia
dia berkata; HR. Tirmidzi Juz 3 : 32.
48 HR. Abu
Dawud : 115.
Adapun cara mengusap telinga
adalah dengan memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam kedua telinga dan
mengusap bagian luar kedua telinga dengan ibu jari. Hal ini sebagaimana hadits
dari ’Amr dan ’Abdullah bin Syu’aib,
dari bapanya dari kakeknya tentang
cara berwudhu
”Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan
kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua
telinganya dengan ibu jarinya.”50
Tidak perlu mengambil air baru untuk mengusap
telinga, cukup menggunakan sisa air yang telah digunakan untuk mengusap kepala.
Berkata Syaikh Al-Albani t dalam
Silsilah
Ahadits Adh-Dha’ifah : 995;
“Tidak terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits Nabi a) yang mewajibkan mengambil air baru
untuk mengusap dua telinga.
Keduanya diusap dengan sisa air dari mengusap
kepala.”
5.
Membasuh kedua kaki
Dalil tentang membasuh wajah
hingga membasuh kaki adalah firman Allah;
50 HR. Abu
Dawud : 135.
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan
(basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”51
6.
Tertib (berurutan)
Tertib merupakan rukun karena
Allah q menyebutkan rukun-rukun wudhu
didalam firmanNya Surat Al-Maidah ayat yang keenam secara tertib. Dan
sebagiamana hadits dari
Jabir y
bahwa Rasulullah a
bersabda;
?????E
???? ?? ?? ? ???E ??? ????
”Mulailah
dengan apa yang telah dimulai oleh Allah.”[6]
7. Muwalah
Yang dimaksud dengan muwalah adalah bersambungan. Yaitu wudhu
harus dilakukan bersambung dan tidak terpisah hingga anggota wudhu yang
sebelumnya kering. Menurut Malikiyah dan Hanabilah hukum muwalah adalah fardhu. Dari Khalid (bin Ma’dan) dari sebagian
sahabat Nabi;
51 QS.
Al-Maidah : 6.
“Bahwa Nabi a melihat
seseorang yang sedang melakukan shalat, sedangkan pada punggung telapak kakinya
ada bagian sebesar uang dirham yang belum tersentuh air, lalu Nabi a memerintahkan untuk mengulangi wudhu dan
shalat.”[7]
Seandainya muwalah
bukan rukun tentu Nabi a tidak
memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulangi wudhunya, tetapi cukup
membasuh punggung telapak kakinya saja. Akan tetapi kerena muwalah merupakan rukun, maka Nabi a
memerintahkan orang tersebut agar mengulangi wudhunya dari awal. Namun jika
pemisah wudhu hanya sebentar, maka hal itu tidak mengapa (wudhunya sah).
Sunnah-sunnah
Wudhu
Sunnah-sunnah wudhu antara lain :
1. Membaca basmalah
Jumhur
ulama’ (Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Abu Hanifah, serta satu riwayat dari
Imam Ahmad n) berpendapat bahwa membaca
basmalah ketika akan berwudhu hukumnya adalah Mustahab, tidak wajib.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah a
bersabda;
2. Bersiwak
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah y dari
Rasulullah a bahwa
beliau bersabda;
“Seandainya
tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka agar bersiwak setiap
berwudhu.” 55
3. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga
kali
Dari Humran -mantan budak Utsman - ia mengatakan;
“Bahwa Utsman
y meminta air wudhu. Ia membasuh kedua
telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur, dan beristintsar.”[10]
Berkata Syaikh Alu Bassam t
dalam Taudhihul Ahkam
I/161;
”Disunnahkan mencuci dua tangan tiga kali hingga ke
pergelangan tangan sebelum memasukkan kedua tangan tersebut ke dalam air tempat
wudhu, dan ini merupakan sunnah menurut ijma’.”
55 HR. Ahmad
dan Malik : 146.
Membasuh kedua telapak tangan
lebih ditekankan setelah bangun dari tidur malam. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda;
”Apabila
seseorang di antara kalian bangun dari tidurnya maka janganlah ia langsung
memasukkan tangannya ke dalam tempat air sebelum mencucinya tiga kali terlebih
dahulu sebab ia tidak mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh tangannya pada
waktu malam.” [11]
4.
Menggabungkan
berkumur dan memasukkan air ke hidung (lalu mengeluarkannya) dengan segenggam
(satu cidukan) air sebanyak tiga kali
Dari ’Abdullah bin Zaid tentang cara berwudhu;
”Kemudian beliau memasukkan tangannya, lalu
mengeluarkannya, lalu berkumur, dan menghirup air ke hidung dengan satu telapak
tangan. Beliau melakukannya (sebanyak) tiga kali.”[12]
5.
Memasukkan
air ke hidung (lalu mengeluarkannya)
dengan sangat bagi yang tidak puasa
Sebagaimana diriwatkan dari Laqith
bin Shabirah berkata, bahwa Rasulullah bersabda;
“Hiruplah
air ke dalam hidung dengan kuat, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” 59
6.
Menyela-nyelai
jenggot yang tebal, jari-jemari tangan, dan jari-jari kaki
Diriwayatkan dari Utsman bin ’Affan ia
berkata;
”Bahwa Nabi
a menyela-nyelai
jenggotnya (dalam berwudhu).”[13]
Dan hadits dari Laqith bin Shabirah berkata, bahwa
Rasulullah bersabda;
”Sempurnakanlah
dalam berwudhu usaplah sela-sela jarijemari.”[14]
59 HR. Abu
Dawud : 142, Nasa’i Juz 1 : 87, dan Ibnu Majah : 407.
7.
Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
Diriwayatkan dari ’Aisyah ia berkata;
”Adalah Nabi y suka
mendahulukan yang kanan dalam bersandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam
segala hal.”62
Dan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda;
”Apabila
kalian berwudhu, maka mulailah dengan (anggota) yang kanan.”[15]
Imam Nawawi berkata;
”Para ulama’ sepakat atas sunnahnya mendahulukan yang
kanan dalam berwudhu, barangsiapa yang menyelisihinya, maka dia tidak
mendapatkan keutamaan, tetapi sah wudhunya.”
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni berkata;
”Tidak diketahui adanya perselisihan tentang tidak
wajibnya mendahulukan yang kanan atas yang kiri (maksudnya hal
tersebut adalah sunnah dan bukan wajib).”
62 Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari
Juz 1 : 166, lafazh ini miliknya dan
Muslim Juz
1 : 268.
8.
Membasuh sebanyak tiga kali
Nabi a
pernah wudhu dengan sekali kali basuhan, dua kali basuhan, dan tiga kali
basuhan. Basuhan pertama adalah wajib, sedangkan basuhan kedua dan ketiga
adalah sunnah.
Diriwayatkan dari Jabir berkata;
”Bahwasanya Nabi a pernah
berwudhu satu kali satu kali, dua kali dua kali, dan tiga kali tiga kali.”64
Dan tidak diperbolehkan membasuh lebih dari tiga
kali.
Sebagaimana diriwayatkan dari ’Amru bin Syu’aib, dari
Bapanya, dari datuknya;
“Datang seorang Arab badui kepada
Nabi a untuk bertanya tentang wudhu.
Lalu beliau mengajarinya tiga kali tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Inilah cara berwudhu. Barangsiapa yang
menambahinya (lebih daripada) ini, maka ia telah berbuat buruk, melampaui
batas, atau berbuat kezhaliman.”[16]
64 HR.
Tirmidzi Juz 1 : 45.
9. Menggosok anggota wudhu
Diriwayatkan dari ’Abdullah bin Zaid;
“Bahwa Nabi a pernah diberi air sebanyak dua pertiga
mud, lalu beliau gunakan untuk menggosok kedua hastanya.”66
10. Berdoa setelah berwudhu
Diriwayatkan
dari ’Umar ia berkata, Rasulullah bersabda;
”Barangsiapa
yang berwudhu dengan membaguskan wudhunya. Lalu berdaa;
(Aku bersaksi bahwa tiada
Sesembahan (yang berhak untuk disembah) selain Allah Yang Esa tiada sekutu
bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya
Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku
pula termasuk orangorang yang selalu mensucikan diri.)
66 HR. Ibnu
Khuzaimah : 118.
Maka
dibukakan baginya pintu-pintu Surga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu
manapun yang ia kehendaki.” [17]
11.
Melakukan Shalat Sunnah Wudhu
Diriwayatkan dari Utsman, Rasulullah bersabda;
”Barangsiapa
berwudhu seperti cara wudhuku ini, kemudian shalat dua raka’at dimana ia tidak
berbicara dengan dirinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[18]
Shalat Sunnah Wudhu dilakukan
dengan dua raka’at atau lebih, boleh dilakukan kapanpun, walaupun pada
waktuwaktu terlarang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah berkata
kepada Bilal setelah shalat Subuh;
”Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebuah amalan yang
paling engkau harapkan didalam Islam, karena sesungguhnya aku mendengar suara
sandalmu dihadapanku di Surga?” Bilal y
menjawab, ”Tidak ada sebuah amal yang paling aku harapkan melainkan tidaklah
aku bersuci pada waktu malam atau siang, kecuali aku melakukan shalat
setelahnya sebanyak raka’at yang telah Allah tetapkan untukku.”[19]
Catatan
:
• Tidak
disyari’atkan membaca doa-doa tertentu ketika membasuh anggota wudhu. Kerena tidak
ada dalil yang mendukung hal tersebut. Yang ada hanyalah doa diakhir wudhu.
• Tidak
mengapa berbicara ketika berwudhu. Karena tidak ada satu dalilpun yang
menunjukkan akan larangannya.
• Hendaknya
hemat dalam
menggunakan air.
Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia
berkata;
“Nabi a berwudhu dengan satu mud dan beliau
mandi dengan satu sha’ (empat mud) sampai lima mud.”[20]
•
Diperbolehkan setelah berwudhu mengeringkan air
dengan sapu tangan, handuk, atau yang semisalnya. Diantara salafus shalih yang membolehkan menyeka badan sesudah mandi dan
wudhu adalah; Utsman bin Affan, Hasan bin ’Ali, Anas bin Malik o, Hasan AlBashri, Ibnu Sirin, Alqamah,
Asy-Sya’bi, Sufyan AtsTsauri dan Ishaq bin Rahawaih, pendapat ini yang dipegang
oleh Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan satu riwayat dari Madzhab Syafi’iyah.
Diantara dalilnya adalah hadits dari Salman Al-Farisi;
”Sesungguhnya Rasulullah a
berwudhu, kemudian beliau membalik jubah wol yang dikenakannya. Lalu beliau
mengusap wajah dengannya.”[21]
• Apabila
seseorang mempunyai luka yang terbuka (tidak diperban) harus dibasuh dengan
air. Jika berbahaya maka luka tersebut dapat diusap dengan air. Jika hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, maka beralih kepada tayamum. Dan jika luka
tersebut tertutup (diperban) maka harus diusap dengan air. Namun, jika hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, maka beralih kepada tayamum. Tidak
disyaratkan mengikat (perban) dalam keadaan suci dan tidak ada batasan waktu
dalam mengusap perban. Ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim
At-Tuwaijiri 2.
• Barangsiapa
yang sama sekali tidak mendapatkan air atau debu, maka dia boleh mengerjakan
shalat semampunya dan tidak wajib mengulangi shalatnya. Ini adalah pendapat
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan.
Pembatal-pembatal
Wudhu
Pembatal-pembatal wudhu antara lain :
1.
Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul
Segala sesuatu yang keluar dari
dubur dan qubul baik berupa; benda padat, cair, angin, dan sebagainya, maka ini
semua membatalkan wudhu. Dintara dalilnya adalah hadits
dari ’Ali bin Thalq bahwa Rasulullah bersabda;
”Apabila
seseorang di antara kalian buang angin dalam
shalat, maka hendaknya ia membatalkan shalat, berwudhu, dan mengulangi
shalatnya.”72
72 HR. Abu
Dawud : 205.
2.
Tidur nyenyak
Dari ‘Ali ‘ bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah bersabda;
”Pengikat
dubur (adalah) kedua mata, maka barangsiapa yang tidur hendaklah ia berwudhu.”
[22]
Akan tetapi tidak semua tidur
membatalkan wudhu. Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang sangat
nyenyak sehingga hilang kesadaran dan jika ada yang keluar darinya, maka ia
tidak merasakan. Diantara dalil bahwa tidur yang tidk nyenyak tidak membatalkan
wudhu adalah riwayat dari Anas Ibnu Malik , ia berkata;
”Para sahabat Rasulullah tidur, kemudian mereka bangkit shalat dan
tidak berwudhu.”[23]
3. Hilang akal kerena sakit (gila), pingsan,
atau mabuk
Ini adalah salah satu pembatal
wudhu berdasarkan ijma’. Karena hilangnya akal pada keadaan seperti ini lebih
besar daripada tidur.
4. Menyentuh kemaluan tanpa penghalang dan
dengan syahwat
Menyentuh kemaluan yang dapat
membatalkan wudhu adalah menyentuh dengan menggunakan telapak tangan (batasan
telapak tangan adalah dari ujung jari-jari hingga ke pergelangan tangan), baik
itu dengan telapak tangan atau dengan punggung tangan. Dan menyentuh kemaluan
tidak membatalkan wudhu selama tidak disertai dengan syahwat. Ini adalah
pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dan Syikh Al-Albani n. Diriwayatkan dari
Busrah binti Shafwan y bahwa
Rasulullah bersabda;
”Barangsiapa
menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu”75
Dan dari Qais bin Thalq dari Bapanya berkata;
“Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah a, ”Apakah harus berwudhu salah seorang
diantara kami jika menyentuh kemaluannya?” Rasulullah a
menjawab: ”Tidak karena ia hanya sepotong
(daging) darimu atau tubuhmu.”[24]
75 HR. Ahmad,
Abu Dawud : 181, Ibnu Hibban : 1116, dan Baihaqi Juz 1
: 639.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 116.
5.
Memakan daging unta
Memakan daging unta membatalkan
wudhu. Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq, Abu Khaitsamah, Ibnul Mundzir, Ibnu
Hazm, salah satu dari dua pendapat Asy-Syafi’i, dan inilah pendapat yang
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah n.
Dalilnya adalah hadits dari Jabir bin
Samurah ;
”Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah a, ”Apakah aku harus berwudhu (setelah
makan) daging kambing?” Beliau menjawab, ”Jika
engkau menghendaki berwudhu (silakan), jika engkau menghendaki tidak berwudhu
(tidak apa-apa)” Orang tersebut bertanya lagi, ”Apakah aku harus berwudhu
(setelah memakan) daging unta?” Beliau menjawab: ”Ya, engkau harus berwudhu
(setelah
memakan) daging unta.”77
Imam an-Nawawi t berkata;
“Pendapat ini (berwudhu karena memakan daging unta)
lebih kuat dalilnya, walaupun jumhur menyalahinya.”
Catatan
:
• Memakan
usus, hati, babat, atau sumsum unta juga membatalkan wudhu, karena hal tersebut
sama dengan dagingnya. Untuk lebih berhati-hati, maka sebaiknya juga berwudhu
sesudah minum atau makan kuah daging unta.
77 HR. Muslim
Juz 1 : 360, lafazh ini miliknya, Tirmidzi Juz 1 : 81, dan
Abu Dawud :
184.
• Adapun
air susu unta tidak membatalkan wudhu, karena Rasulullah n pernah menyuruh suatu kaum minum air
susu unta dan beliau tidak menyuruh mereka berwudhu sesudahnya.
• Darah
yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) membatalkan wudhu, baik itu banyak
atau sedikit. Sedangkan darah yang keluar dari bagian tubuh yang lain, seperti
hidung, gigi, luka, dan sebagainya tidak membatalkan wudhu, baik itu sedikit
maupun banyak. Dan inilah pendapat Malikiyah dan Syafi’iyah. Diantara dalil
tentang tidak batalnya wudhu karena keluarnya darah dari selain dua jalan
(qubul dan dubur) adalah sebagaimana disebutkan dalam suatu riwayat bahwa ‘Ubad
bin Basyar (seorang sahabat Anshar),
yang di panah ketika beliau berjaga di lereng gunung, darahnya bercucuran namun
beliau tetap meneruskan shalatnya.[25]
• Apabila
seseorang menyentuh duburnya, maka hal itu tidak membatalkan wudhu karena tidak
adanya dalil yang melarangnya dan pada dasarnya adalah boleh, karena dubur
tidak dinamakan kemaluan. Maka tidak sah menyamakannya dengan kemaluan, karena
tidak adanya alasan menggabungkan larangan keduanya. Ini adalah pendapat Syaikh
Abu Malik Kamal 2.
•
Menyentuh wanita tanpa penghalang tidak
membatalkan wudhu. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-’Utsaimin . Diantara dalil bahwa bersentuhan dengan wanita tidak
membatalkan wudhu adalah riwayat dari Aisyah , ia berkata; “Suatu ketika aku
tidur dihadapan Rasulullah a,
sedangkan kedua kakiku ada disebelah kiblat beliau (ditempat sujud). Jika
beliau sujud, beliau merabaku dengan tangannya, maka aku lipatkan kedua kakiku,
jika aku berdiri, maka luruskan kembali keduanya,” Aisyah berkata, “(Waktu itu)
dirumah-rumah belum ada lentera.”[26]
Berkata Ibnu Qudamah t dalam
kitabnya Al-Mughni
I/190;
”Sesungguhnya semata-mata menyentuh saja tidak
membatalkan wudhu, akan tetapi (wudhunya) bisa batal jika sampai keluar madzi
atau mani.”
• Apabila
seseorang yakin bahwa ia telah berwudhu, lalu ragu-ragu apakah apakah ia sudah
batal atau belum, maka ia harus berpegang pada apa yang ia yakini (yaitu suci)
sehingga ia tidak wajib berwudhu lagi, karena yang yakin adalah sudah berwudhu,
sedang batalnya masih diragukan. Hal ini merupakan salah satu bentuk penerapan
dari Qaidah Fiqhiyyah;
”Sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan
keraguan”
Qaidah ini
sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairahy
berkata bahwa Rasulullah bersabda;
“Apabila
seseorang di antara kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian ia
ragu-ragu apakah dia mengeluarkan sesuatu (angin) atau tidak, maka janganlah
sekali-kali ia keluar dari masjid kecuali ia mendengar suara atau mencium
bau(nya).”80
Hal-hal
yang Mewajibkan Untuk Berwudhu
Hal-hal yang mewajibkan untuk berwudhu antara lain :
1.
Shalat
Sebagaimana firman Allah ;
???ø??????
80 HR. Muslim
Juz 1 : 362.
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan
(basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”81
Dan juga hadits dari Anas bin Malik ia berkata, Aku
mendengar Rasulullah bersabda;
”Allah
tidak menerima shalat tanpa bersuci (berwudhu).”[27]
2.
Thawaf disekitar Ka’bah
Nabi bersabda;
“Thawaf
di baitullah adalah shalat. Hanya saja Allah
memperbolehkan
berbicara didalamnya.”[28]
Catatan
:
Seorang yang berhadats kecil diperbolehkan menyentuh
mushaf. Namun menyentuh mushaf dengan berwudhu adalah lebih utama. Berkata
Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani t;
”Membaca Al-Qur’an tanpa berwudhu adalah suatu
perkara yang dibolehkan, karena tidak ada suatu nash dalam Al-Kitab (Al-Qur’an)
ataupun Sunnah yang melarang membaca
Al-Qur’an tanpa bersuci.”
81 QS.
Al-Maidah : 6.
Hal-hal
yang Disunnahkan Untuk Berwudhu
Hal-hal yang disunnahkan untuk berwudhu antara lain :
1.
Ketika berdzikir dan berdoa kepada Allah q
Diantara dalilnya adalah hadits
Al-Muhajir bin Qunfudz ;
”Bahwa ia mengucapkan salam kepada Rasulullah a, dan beliau sedang berwudhu, Nabi a tidak menjawabnya hingga beliau
(selesai) berwudhu, kemudian menjawabnya dan bersabda, ”Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab salammu,
hanya saja aku tidak suka menyebut Nama Allah kecuali dalam kedaan suci.”[29][30]
Berwudhu dalam keadaan tersebut tidak wajib, tetapi
sunnah.
Hal ini berdasarkan hadits ’Aisyah i ia berkata;
”Nabi a selalu berdzikir kepada Allah dalam
setiap keadaan.”[31]
2.
Ketika hendak tidur
Sebagaimana diriwayatkan dari
Al-Bara’ bin Azib , beliau berkata, Nabi bersabda;
”Jika
engkau mendatangi tempat berbaringmu (hendak tidur), maka berwudhulah seperti
wudhumu ketika (akan)
shalat.
Kemudian berbaringlah di atas sisi (tubuh)mu yang kanan. Lalu Katakanlah,
(Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu,
aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku kepada-Mu,
karena berharap (mendapatkan rahmat-Mu) dan takut terhadap (siksaan-Mu). Tidak
ada tempat perlindungan dan penyelamatan dari (ancaman)-Mu, kecuali
kepada-Mu.Ya Allah, aku beriman terhadap kitab yang telah Engkau turunkan, dan
(kebenaran) Nabi-Mu yang
telah
Engkau utus.)
Apabila
Engkau meninggal dunia di waktu (tidur)mu
(tersebut),
maka engkau akan meninggal dunia di atas fitrah (agama Islam). Jadikanlah (doa
ini) sebagai akhir dari
Berkata Al-Bara’ bin Azib , ”Aku terus mengulang
(untuk menghafal)nya dihadapan Nabi . Ketika aku telah sampai pada bacaan,
(Aku
beriman terhadap kitab yang telah Engkau turunkan.)
Aku mengatakan, (Dan Rasul-Mu (yang telah Engkau
utus.)
Beliau lantas bersabda, “Tidak, (Nabi-Mu yang telah Engkau utus.)”
[32]
3.
Orang yang junub ketika hendak makan, minum, atau tidur
Diriwayatkan dari ’Aisyah , beliau berkata;
”Ketika Rasulullah a dalam
keadaan junub dan beliau hendak makan atau tidur, maka beliau berwudhu
sebagaimana wudhu untuk shalat.”[33]
Berkata Syaikh Bin Baz t;
”Rasulullah a ketika
sedang junub, lalu ingin tidur, beliau mandi terlebih dahulu. Dan masalah orang
junub (yang) hendak tidur ini ada tiga kemungkinan : • Seseorang tidur tanpa
wudhu dan tanpa mandi, maka ini
• makruh
dan menyelisihi Seseorang beristinja’ dan berwudhu sebagaimana Sunnah. wudhu untuk shalat kemudian
tidur, maka ini
• diperbolehkan.
Seseorang berwudhu dan mandi terlebih dahulu kemudian tidur, maka ini adalah
yang sempurna.”
4.
Karena ingin mengulangi jima’
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata,
Rasulullah bersabda;
”Apabila
seseorang di antara kalian mendatangi istrinya (jima’) kemudian ingin
mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu.”88
Adapun untuk mandi junub, diperbolehkan seorang
beberapa kali jima’ cukup dengan sekali mandi. Hal ini berdasarkan hadits dari
Anas ;
”Sesungguhnya Nabi mengelilingi istri-istrinya dengan sekali
mandi.”89
5.
Karena memakan makanan yang tersentuh api
(dibakar)
Hal ini sebagaimana hadits dari
Abu hurairah ia berkata, Aku mendengar
Rasulullah bersabda;
”Berwudhulah
karena memakan makanan yang tersentuh api.”90
Perintah dalam hadits diatas mengandung arti anjuran,
karena ada hadits lain yang memalingkannya dari makna wajib.
Diantaranya adalah hadits Ja’far bin ’Amru bin
Umayyah y;
88 HR. Muslim
Juz 1 : 308 dan Tirmidzi Juz 1 : 141.
9089 HR. Muslim
Juz 1 : 309. HR. Muslim Juz 1 : 351,
Nasa’i Juz 1 : 171, lafazh ini miliknya, Tirmidzi Juz 1 : 79, dan Ibnu Majah :
485.
“Aku bersaksi
bahwa ayahku pernah melihat Rasulullah a memakan
makanan yang tersentuh api, kemudian beliau shalat dan tidak berwudhu.”91
Hal ini menunjukan bahwa disunnahkannya wudhu setelah
memakan daging yang tersentuh api, bukan wajib.
6. Setiap akan shalat (walaupun wudhunya belum
batal) Sebagaimana hadits Abu Hurairah beliau berkata,
Rasulullah bersabda;
”Seandainya tidak memberatkan umatku,
sungguh akan aku perintah mereka untuk berwudhu setiap akan shalat dan
bersiwak
setiap akan berwudhu.”[34]
7. Setiap kali berhadats
Dari Abu Hurairahy, bahwasanya Rasulullah berkata kepada Bilal setelah shalat Subuh;
91 HR. Ibnu
Majah : 490
”Wahai
Bilal, kebarkanlah kepadaku sebuah amalan yang paling engkau harapkan didalam
Islam, karena sesungguhnya aku mendengar suara sandalmu dihadapanku di Surga?”
Bilal menjawab, ”Tidak ada sebuah amal yang paling aku harapkan melainkan
tidaklah aku bersuci pada waktu malam atau siang, kecuali aku melakukan shalat
setelahnya sebanyak raka’at yang telah Allah tetapkan untukku.”[35]
8.
Setelah muntah
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits dari Abu
Darda’ ;
”Bahwasanya Nabi muntah lalu beliau berbuka dan berwudhu.”[36]
[1] QS. Al-Baqarah : 222.
[2]
HR. Muslim Juz 1 : 245.
[3] Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari
Juz 1 : 136 dan Muslim Juz 1 : 246, lafazh ini miliknya.
[4]
Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 1 dan Muslim Juz 3 : 1907.
[5]
HR. Muslim Juz 1 : 237 dan Abu Dawud : 140.
[6]
HR. Nasa’i : 2962, lafazh ini miliknya dan Muslim Juz 2 : 1218.
[7] HR. Abu Dawud : 175.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud : 161 dan Irwa’ul Ghalil : 86.
[8]
HR. Ahmad, Abu Dawud : 101, Tirmidzi : 25, dan Ibnu Majah : 397.
Hadits
ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil :
[9]
.
[10]
Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 158 dan Muslim Juz 1 : 226, lafazh ini
miliknya.
[11]
Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 160 dan Muslim Juz 1 : 278, lafazh ini
miliknya.
[12]
Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 188 dan Muslim Juz 1 : 235, lafazh ini
miliknya.
[13] HR. Tirmidzi Juz 1 : 31.
[14]
HR. Abu Dawud : 142.
[15]
HR. Ibnu Majah : 402.
[16]
HR. Ibnu Majah : 422.
[17] HR. Muslim Juz 1 : 234,
Abu Dawud : 169, Tirmidzi Juz 1 : 55, lafazh ini miliknya, Nasa’i Juz 1 : 148,
dan Ibnu Majah : 470. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ish
Shaghir
: 6167.
[18]
Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 158 dan Muslim Juz 1 : 226, lafazh ini
miliknya.
[19]
Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 1098 dan Muslim Juz 4 : 2458, lafazh ini
miliknya.
[20] HR. Bukhari Juz 1 : 198
dan Muslim Juz 1 : 325, lafazh ini miliknya.
[21]
HR. Abu Dawud : 468.
[22]
HR. Abu Dawud : 203. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 133.
[23]
HR. Muslim Juz 1 : 376 dan Tirmidzi Juz 1 : 78, lafazh ini miliknya.
[24]
HR. Ahmad, Nasa’i Juz 1 : 165, dan Ibnu Hibban : 1120.
[25]
HR. Abu Dawud : 198.
[26] HR.
Bukhari Juz 1 : 375 dan Muslim Juz 1 : 512.
[27]
HR. Muslim Juz 1 : 224, Tirmidzi Juz 1 : 1, dan Ibnu Majah : 273, lafazh ini
miliknya.
[28]
HR. Syafi’i. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 121.
[29] HR. Ahmad, lafazh ini
miliknya, Abu Dawud : 17, dan Ibnu Majah :
[30]
.
[31]
HR. Muslim Juz 1 : 373.
[32]
HR. Bukhari Juz 1 : 244, lafazh ini miliknya dan Muslim Juz 4 : 2710.
[33]
HR. Bukhari Juz 1 : 284, Muslim Juz 1 : 305, lafazh ini miliknya, Abu Dawud :
222, dan Nasa’i Juz 1 : 258.
[34] HR. Ahmad. Hadits ini
dinilai oleh Syaikh Al-Albani t bahwa
derajatnya adalah Hasan Shahih. Lihat Shahihut
Targhib wat Tarhib : 200.
[35]
Muttafaq ’alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 1098 dan Muslim Juz 4 : 2458, lafazh ini
miliknya.
[36]
HR. Tirmidzi Juz 1 : 87 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t dalam Irwa’ul Ghalil : 111.
Untuk Selanjutnya Muat Turun Di Sini |