KITAB THAHARAH
Terjemah Bahasa Indonesia
HAL–HAL YANG NAJIS
Macam-macam
Najis
Najis dibagi menjadi 2(dua) antara lain :
1. ‘Ainiyah
Najis ‘Ainiyah yaitu najis pada
zat itu sendiri (zat-zat yang najis). Ini tidak bisa ditentukan kecuali
berdasarkan dalil.
2. Hukmiyah
Najis Hukmiyah yaitu benda najis
yang jatuh pada tempat atau sesuatu yang suci, sehingga
menjadikan sesuatu yang
suci tersebut menjadi najis.
Macam-macam
Najis ‘Ainiyah
Macam-macam najis ‘Ainiyah antara lain :
1. Air seni manusia
Hal ini Berdasarkan hadits Anas, ia mengatakan;
“Seseorang
Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya,
lalu Nabi a melarang mereka. Ketika ia telah
selesai kencing, Nabi a menyuruh untuk diambilkan
setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.”[1]
2. Kotoran manusia
Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah y
bahwa
Rasulullah bersabda;
”Apabila
seseorang diantara kalian menginjak najis (kotoran manusia) dengan sandalnya,
maka tanah adalah pencucinya.”[2]
3. Madzi
Madzi adalah cairan putih
(bening) encer, dan lengket, yang keluar ketika naik syahwat. Tidak menyembur,
tidak diikuti dengan rasa lemas, dan terkadang keluar tanpa terasa. Dialami
oleh pria dan wanita. Madzi adalah najis, oleh karena itulah Nabi a memerintahkan untuk membasuh kemaluan
darinya. Hal ini berdasarkan hadits Ali y, ia
berkata;
“Aku adalah
laki-laki yang sering keluar madzi. Aku malu
menanyakannya kepada Nabi a
karena kedudukan putri beliau. Maka aku menyuruh Al-Miqdad bin Al-Aswad y untuk menanyakannya. Beliau lantas
bersabda, ”Dia (harus)
membasuh
kemaluannya dan berwudhu.”9
4. Wadi
Wadi adalah cairan bening dan agak
kental yang keluar setelah buang air kecil. Hukum wadi sama dengan madzi.
Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas p, ia berkata;
“Mani, wadi, dan
madzi. Adapun mani, maka ia wajib mandi.
Sedangkan untuk wadi dan madzi, beliau bersabda, ”Basuhlah dzakar atau
kemaluanmu dan wudhulah
sebagaimana engkau berwudhu’ untuk shalat.”[3]
5. Darah haidh
Diriwayatkan dari ‘Asma’ binti Abu Bakar i, ia
“Seorang
wanita datang (kepada) Nabi a, lalu
berkata,
”Wahai Rasulullah, pakaian salah seorang dari kami
terkena
9 Muttafaq
‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 :
2 dan
Muslim Juz 1 : 303, lafazh ini miliknya.
darah haidh, apa yang harus kami lakukan? Rasulullah
menjawab;
”Ia
harus mengeriknya dan menggosok-gosoknya dengan air, lalu disiram dengan air.
Kemudian ia (boleh) melakukan shalat dengannya.”[4]
6.
Darah yang mengalir
Hal ini berdasarkan firman Allah;
“Katakanlah,
“Tidak kudapati di dalam apa yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan
memakannya bagi orang yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati
(bangkai), darah yang mengalir,
daging
babi, karena semua itu kotor.”[5]
Darah yang mengalir yang
dimaksud adalah darah yang mengalir dari binatang darat ketika disembelih.
Berkata Syaikh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t
mengatakan dalam kitabnya Taisirul
Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan
“Darah yang mengalir yaitu darah yang keluar dari
binatang sembelihan pada waktu disembelih. Ia adalah darah jika tertahan
didalam tubuh, maka ia membahayakan. Jika ia keluar, maka hilang pula bahaya
memakan dagingnya. Pengertian dari lafazh ini bahwa darah yang tersisa didalam
daging dan urat-urat setelah penyembelihan adalah halal dan suci.”
Catatan
:
• Adapun
sisa darah yang menempel pada daging, tulang, atau leher hewan yang telah
disembelih secara syar’i, maka itu adalah halal dan suci. Syaikhul Islam
mengatakan dalam Majmu’ Fatawa
21/522;
“Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan
oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada
daging, maka tidak ada satu pun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya.”
• Darah
manusia hukumnya adalah suci. Ini adalah pendapat Asy-Syaukani, Shiddiq Khan,
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin n. diantara dalilnya adalah hadits
dari Jabir ia berkata;
“Kami keluar
bersama Rasulullah a pada perang Dzatur Riqa’.
Seorang sahabat (berhasil) menawan seorang wanita orang musyrik. (Maka
suaminya) bersumpah untuk tidak kembali hingga ia menumpahkan darah sahabat
Muhammad a. Maka orang tersebut keluar
mengikuti jejak Nabi a. Kemudian Nabi a singgah pada suatu tempat. Lalu beliau
bersabda, “Siapa yang akan menjaga kami?”
Maka beliau mengutus seorang laki-laki dari Muhajirin dan seorang laki-laki
dari Anshar. Beliau bersabda, “Berjagalah
didepan lereng gunung.” Ketika keduanya telah keluar menuju depan lereng
gunung, maka orang Muhajirin tidur. Adapun orang Anshar berdiri melakukan
shalat. Maka datanglah suami (wanita musyrik) tersebut. Ketika ia melihat ada
seorang, dan ia mengetahui bahwa orang tersebut berjaga untuk kaumnya, maka ia
melemparkan anak panah (ke arahnya) dan mengenainya. Maka (oleh sahabat Anshar)
panah tersebut dicabutnya, hingga 3(tiga) kali panahan. Kemudian ia ruku’ dan
sujud, kemudian ia
membangunkan sahabatnya. Karena ia khawatir musuh
akan menyelundup. Ketika sahabat Muhajirin melihatnya apa yang terjadi pada
sahabatnya Anshar, bahwa darahnya (terus mengalir), ia berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah). Mengapa
engkau tidak membangunkanku ketika awal terjadi pemanahan?” ia menjawab, “Aku
sedang membaca suatu surat dan aku tidak ingin untuk
memutuskannya.”13
Al-Hasan juga berkata;
“Senantiasa kaum muslimin tetap mengerjakan shalat
dengan luka-luka (pada tubuh) mereka.”
13 HR. Abu
Dawud : 198.
7. Kotoran hewan yang tidak halal dimakan dagingnya
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin
Mas’ud, ia berkata;
“Ketika Rasulullah a hendak
buang air besar, beliau bersabda, ”Bawakan
untukku 3(tiga) batu.” Kemudian aku hanya menemukan 2(dua) batu dan 1(satu)
kotoran keledai (yang sudah mengering). Beliau mengambil 2(dua) batu dan
melemparkan kotoran itu. Beliau bersabda, ”(Kotoran
keledai) itu najis.”14
Adapun kotoran dan kencing hewan yang dagingnya
halal untuk dimakan, maka hukumnya adalah suci. Karena Nabi a pernah menyuruh seorang untuk meminum
kencing unta.[6]
8.
Air liur anjing
Dalil tentang najisnya air liur anjing adalah hadits dari
Abu Hurairah y bahwa
Rasulullah a bersabda;
“Sucinya
bejana salah seorang diantara kalian jika dijilat anjing adalah dengan
membasuhnya sebanyak 7(tujuh) kali, yang pertama dengan tanah.”16
14 HR. Ibnu
Majah : 314.
Catatan : • Adapun badan anjing dan bulunya, selain
mulutnya adalah suci. Berdasarkan hadits dari Hamzah bin ’Abdullah dari Bapanya,
ia berkata;
“Anjing-anjing kencing, datang, dan pergi
didalam
masjid pada masa Rasulullah, dan mereka (para
sahabat) tidak ada yang menyiramnya dengan (air) sedikitpun.”17
• Akan tetapi dianjurkan untuk menyiram
tempat diamnya saja. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Maimunah i, ia berkata;
“Dirumahku ada seekor anjing kecil, lalu Nabi a mengeluarkan. Kemudian beliau menyiram
tempatnya dengan air.”18
9.
Babi
Tidak ada perbedaan pendapat
kalangan para ulama’ tentang najis dan haramnya daging babi; lemaknya, dan
seluruh anggota badannya. Hal ini berdasarkan firman Allah q;
16 HR. Muslim
Juz 1 : 279 dan Abu Dawud : 71.
1817 HR.
Bukhari Juz 1 :137. HR. Nasa’i, dengan
sanad yang shahih.
“Katakanlah, “Tidak kudapati didalam apa yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi orang yang ingin
memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir,
daging babi, karena semua itu kotor.”19
10.
Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati
tanpa disembelih secara syar’i. Bangkai najis berdasarkan ijma’. Dari Ibnu
‘Abbas p bahwa Rasulullah a bersabda;
“Jika
kulit bangkai telah disamak, maka menjadi suci.”[7]
Termasuk bangkai adalah bagian yang dipotong dari
hewan yang masih hidup. Sebagaimana hadits dari Abu Waqid y ia berkata, Nabi bersabda;
“Sesuatu
yang di potong dari hewan yang masih hidup adalah bangkai.”21
19 QS.
Al-An’am :145.
Catatan
:
Ada beberapa bangkai yang tidak najis. Ini sebagai
pengecualian, antara lain :
a. Bangkai ikan dan belalang. Berdasarkan
hadits Ibnu
“Dihalalkan
bagi kami 2(dua) bangkai dan 2(dua) darah. Adapun 2(dua) bangkai itu adalah
bangkai ikan dan belalang. Sedangkan 2(dua)
darah
adalah hati dan limpa.” [8]
b. Bangkai hewan yang darahnya tidak
mengalir. Seperti; lalat, lebah, semut, kutu, dan yang sepertinya.
21 HR.
Tirmidzi Juz 4 : 1480, Abu Dawud : 2858, lafazh ini milik keduanya, dan Ibnu Majah : 3216.
“Jika lalat jatuh ke dalam wadah salah
seorang diantara kalian, maka tenggelamkanlah semuanya kedalan air, kemudian
buanglah karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya ada penyakit dan pada
sayap yang lainnya ada obat
(penawar).”
[9]
Seandainya bangkai lalat najis, maka seharusnya
langsung dibuang tidak ditenggelamkan. Hal ini menunjukkan bahwa lalat dan
hewan-hewan yang darahnya tidak mengalir bangkainya tidak najis.
c. Tulang bangkai, tanduknya, kukunya,
rambutnya, dan bulunya, adalah suci. Imam Bukhari t
telah mencantumkan dalam kitab Shahihnya
I/43, bahwa Imam Az-Zuhri t berkata
tentang
tulang pada
bangkai, seperti tulang pada bangkai gajah dan yang lainnya, beliau mengatakan;
”Aku telah mendapati banyak Ulama’ Salaf
menggunakannya sebagai sisir dan mengambil minyak darinya. Mereka semua tidak
mempermasalahkannya.”
Hammad t (guru Imam Bukhari t) juga
berkata; “Tidak ada masalah bulu pada
bangkai.”
[1] Muttafaq ‘alaih. HR.
Bukhari Juz 1 : 219, dan Muslim Juz 1:
285.
[2]
HR. Abu Dawud : 385.
[3]
HR. Baihaqi Juz 1 : 771.
[4] 1 Muttafaq ‘alaih. HR.
Bukhari Juz 1 : dan Muslim Juz 1 : 291.
[5]
QS. Al-An’aam :145.
[6]
HR. Bukhari.
[7]
HR. Muslim Juz 1 : 366 dan Abu Dawud : 4123.
[8] HR. Ibnu Majah : 3314 dan
Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani t
dalam As-Silsilah Ash-Shahihah Juz 3
: 1118.
[9] HR.
Bukhari Juz 3 : 3142 dan Ibnu Majah : 3505.