|
2. Ikutilah
(Sunnah Rasul) dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhilah selalu
kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar; junjung tinggilah
tauhid dan jangan menyekutukan Dia; sucikanlah Dia senantiasa dan jangan
menisbahkan sesuatu keburukan pun kepada-Nya. Pertahankan Kebenaran-Nya dan jangan
ragu sedikit pun. Bersabarlah selalu dan jangan menunjukkan ketidaksabaran. Beristiqomahlah;
berharaplah kepada-Nya, jangan kesal, tetapi bersabarlah. Bekerjasamalah
dalam ketaatan dan jangan berpecah-belah. Saling mencintailah dan jangan
saling mendendam. Jauhilah kejahatan dan jangan ternoda olehnya. Percantiklah
dirimu dengan ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pintu
Tuhanmu; jangan berpaling dari-Nya.
Segeralah bertaubat
dan kembali kepada-Nya. Jangan merasa jemu dalam memohon ampunan
kepada Khaliqmu, baik siang mahupun malam; (jika kamu berlaku begini) niscaya
rahmat dinampakkan kepadamu, maka kamu bahagia, terjauhkan dari api neraka
dan hidup bahagia di syurga, bertemu Allah, menikmati rahmat-Nya,
bersama-sama bidadari di syurga dan tinggal di dalamnya untuk selamanya;
mengendarai kuda-kuda putih, bersuka ria dengan hurhur bermata putih dan
aneka aroma, dan melodi-melodi hamba-hamba sahaya wanita, dengan
kurnia-kurnia lainnya; termuliakan bersama para nabi, para shiddiq, para
syahid, dan para shaleh di syurga yang tinggi.
3. Apabila seorang hamba Allah mengalami
kesulitan hidup, maka pertama-tama ia cuba mengatasinya dengan upayanya
sendiri. Bila gagal ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada
raja, penguasa, hartawan; atau bila dia sakit, kepada doktor. Bila hal ini
pun gagal, maka ia berpaling kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha
Kuasa, dan berdo'a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian. Bila ia
mampu mengatasinya sendiri, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya,
demikian pula bila ia berhasil kerana sesamanya, maka ia takkan berpaling
kepada sang Khaliq.
Kemudian bila tak juga memperolehi pertolongan dari Allah, maka
dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo'a
merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang
Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo'a dan tak
mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewa terhadap segala sarana
duniawi. Maka kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu
dari segala sarana duniawi, segala aktiviti dan upaya duniawi, dan bertumpu
pada rohaninya.
Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha
Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada
peringkat haqqul yaqin (* tingkat keyakinan tertinggi yang diperolehi setelah
menyaksikan dengan mata kepala dan mata hati). Bahawa pada hakikatnya, tiada
yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula
penghenti, selain Dia; tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan
keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada
akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaan dan kehinaan, tak ada
kelimpahan dan kemiskinan, kecuali kerana ALLAH.
Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat
dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari
keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari
dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka tak dilihatnya
kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak dipahaminya, kecuali
Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya; bila ia
mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya, dan
mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkurniailah dia dengan kurnia-Nya, dan
beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi
mulia, redha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada
firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan
senantiasa mengingati-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha
Besar lagi Maha Kuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperolehi petunjuk dari-Nya,
berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan
diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju
kepada-Nya.
4. Bila kamu abaikan ciptaan,
maka: "Semoga Allah merahmatimu," Allah melepaskanmu dari kedirian,
"Semoga Allah merahmatimu," Ia mematikan kehendakmu; "Semoga
Allah merahmatimu," maka Allah mendapatkanmu dalam kehidupan (baru).
Kini kau terkurniai kehidupan abadi; diperkaya
dengan kekayaan abadi; dikurniai kemudahan dan kebahagiaan nan abadi,
dirahmati, dilimpahi ilmu yang tak kenal kejahilan; dilindungi dari
ketakutan; dimuliakan, hingga tak terhina lagi; senantiasa terdekatkan kepada
Allah, senantiasa termuliakan; senantiasa tersucikan; maka menjadilah kau
pemenuh segala harapan, dan ibaan pinta orang mewujud pada dirimu; hingga kau
sedemikian termuliakan, unik, dan tiada tara; tersembunyi dan terahsia.
Maka, kau menjadi pengganti para Rasul, para Nabi
dan para shiddiq. Kaulah puncak wilayat, dan para wali yang masih hidup akan
mengerumunimu. Segala kesulitan terpecahkan melaluimu, dan sawah ladang
terpaneni melalui do'amu; dan sirnalah melalui do'amu, segala petaka yang
menimpa orang-orang di desa terpencil pun, para penguasa dan yang dikuasai,
para pemimpin dan para pengikut, dan semua ciptaan. Dengan demikian kau
menjadi agen polisi (kalau boleh disebut begitu) bagi kota-kota dan
masyarakat.
Orang-orang
bergegas-gegas mendatangimu, membawa bingkisan dan hadiah, dan mengabdi kepadamu,
dalam segala kehidupan, dengan izin sang Pencipta segalanya. Lidah mereka
senantiasa sibuk dengan doa dan syukur bagimu, di manapun mereka berada.
Tiada dua orang Mukmin berselisih tentangmu. Duhai, yang terbaik di antara
penghuni bumi, inilah rahmat Allah, dan Allahlah Pemilik segala rahmat.
5. Bila kau melihat dunia ini, berada di
tangan mereka, dengan segala hiasan, dan tipuannya, dengan segala bisa
mematikannya, yang tampak lembut sentuhannya, padahal, sebenarnya mematikan
bagi yang menyentuhnya, mengecoh mereka, dan membuat mereka mengabaikan
kemudharatan tipu daya dan janji-janji palsunya - bila kau lihat semua ini -
berlakulah bagai orang yang melihat seseorang menuruti nalurinya, menonjolkan
diri, dan kerananya, mengeluarkan bau busuk. Bila (dalam situasi semacam itu)
kau enggan memerhatikan kebusukannya, dan menutup hidung dari bau busuk itu,
begitu pula kau berlaku terhadap dunia; bila kau melihatnya, palingkan
penglihatanmu dari segala kepalsuan, dan tutuplah hidungmu dari kebusukan
hawa nafsu, agar kau aman darinya dan segala tipu-dayanya, sedang bahagianmu
menghampirimu segera, dan kau menikmatinya. Allah telah berfirman kepada Nabi
pilihan-Nya: "Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada yang
telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, sebagai bunga
kehidupan dunia, untuk Kami uji mereka dengannya, dan kurnia Tuhanmu lebih
baik dan lebih kekal." (QS.20 -Thaaha :131).
6.
Lenyaplah dari (pandangan) manusia, dengan perintah Allah, dan dari kedirian,
dengan perintah-Nya, hingga kau menjadi bahtera ilmu-Nya. Lenyapnya diri dari
manusia, ditandai oleh pemutusan diri sepenuhnya dari mereka, dan pembebasan
jiwa dari segala harapan mereka. Tanda lenyapnya diri dari segala nafsu
ialah, membuang segala upaya memperolehi sarana-sarana duniawi dan berhubungan
dengan mereka demi sesuatu manfaat, menghindarkan kemudharatan; dan tak
bergerak demi kepentingan peribadi, dan tak bergantung pada diri sendiri
dalam hal-hal yang berkenaan dengan dirimu, tak melindungi atau membantu
diri, tetapi memasrahkan semuanya hanya kepada Allah, kerana Ia pemilik
segalanya sejak awal hingga akhirnya; sebagaimana kuasaNya, ketika kau masih
disusui.
Hilangnya kemahuanmu dengan kehendakNya, ditandai dengan ketak-pernahan
menentukan diri, ketakbertujuan, ketakbutuhan, kerana tak satu tujuan pun
termiliki, kecuali satu, iaitu Allah. Maka, kehendak Allah mewujud dalam
dirimu, sehingga kala kehendakNya beraksi, maka pasiflah organ-organ tubuh,
hati pun tenang, fikiran pun cerah, berserilah wajah dan rohanimu, dan kau
atasi kebutuhan-kebutuhan bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta
segalanya. Tangan Kekuasaan senantiasa menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu
menyeru namamu, Tuhan Semesta alam mengajarmu, dan membusanaimu dengan nurNya
dan busana rohani, dan mendapatkanmu sejajar dengan para ahli hikmah yang
telah mendahuluimu.
Sesudah ini, kau selalu berhasil menaklukkan diri, hingga tiada lagi pada
dirimu kedirian, bagai sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih dari air,
atau larutan. Dan kau terjauhkan dari segala gerak manusiawi, hingga rohanimu
menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah. Pada maqam ini, keajaiban dan
adialami akan ternisbahkan kepadamu. Hal-hal ini tampak seolah-olah darimu,
padahal sebenarnya dari Allah.
Maka kau diakui sebagai orang yang hatinya telah tertundukkan, dan
kediriannya telah musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi dan
dambaan-dambaan baru dalam kemaujudan sehari-hari. Mengenai maqam ini, Nabi
Suci saw, telah bersabda: "Tiga hal yang kusenangi dari dunia -
wewangian, wanita (isteri solehah) dan shalat - yang pada mereka menyejukkan
mataku." Sungguh, hal-hal dinisbahkan kepadanya, setelah hal-hal itu
sirna darinya, sebagaimana telah kami isyaratkan. Allah berfirman: "Aku
bersama orang-orang yang patah hati demi Aku."
Allah Yang Maha Tinggi takkan besertamu, sampai kedirianmu sirna. Dan bila
kedirianmu telah sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali Dia, maka
Allah menyegarbugarkan kamu, dan memberimu kekuatan baru, yang dengan itu,
kau berkehendak. Bila di dalam dirimu masih juga terdapat noda terkecil pun,
maka Allah meremukkanmu lagi, hingga kau senantiasa patah-hati. Dengan cara
begini Ia terus menciptakan kemahuan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian
masih maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai akhir hayat dan bertemu (liqa')
dengan Tuhan. Inilah makna firman Allah: " Aku bersama orang-orang yang
putus asa demi Aku, " Dan makna kata: "Kedirian masih maujud"
ialah kemasih-kukuhan dan kemasih puasan dengan keinginan-keinginan barumu.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman kepada Nabi Suci saw:
"Hamba-Ku yang beriman senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku, dengan
mengerjakan shalat-shalat sunnah yang diutamakan, sehingga Aku mencintainya,
dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya, dengannya ia
mendengar, dan menjadi matanya, dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya,
dengannya ia bekerja, dan menjadi kakinya, dengannya ia berjalan." Tak
diragukan lagi, beginilah keadaan fana.
Maka Dia menyelamatkanmu dari kejahatan makhluq-Nya, dan menenggelamkanmu ke
dalam samudera kebaikanNya; sehingga kau menjadi pusat kebaikan, sumber
rahmat, kebahagiaan, kenikmatan, kecerahan, kedamaian, dan kesentosaan. Maka
fana (penafian diri) menjadi tujuan akhir, dan sekaigus dasar perjalanan para
wali. Para wali terdahulu, dari berbagai maqam, senantiasa beralih, hingga
akhir hayat mereka, dari kehendak peribadi kepada kehendak Allah. Kerana
itulah mereka disebut badal (sebuah kata yang diturunkan dari badala, yang
bererti: berubah). Bagi peribadi-peribadi ini, menggabungkan kehendak
peribadi dengan kehendak Allah, adalah suatu dosa.
Bila mereka lalai, terbawa oleh tipuan perasaan dan ketakutan, maka Allah
Yang Maha Besar menolong mereka dengan kasih sayangNya, dengan mengingatkan
mereka sehingga mereka sedar dan berlindung kepada Tuhan, kerana tak satu pun
mutlak bersih dari dosa kehendak, kecuali para malaikat. Para malaikat
senantiasa suci dalam kehendak, para Nabi senantiasa terbebas dari kedirian,
sedang para jin dan manusia yang dibebani pertanggung jawaban moral, tak terlindungi.
Tentu, para wali terlindung dari kedirian, dan para badal dari kekotoran
kehendak. Kendati mereka tak bisa dianggap terbebas dari dua keburukan ini,
kerana mungkin bagi mereka berkecenderung kepada dua kelemahan ini, tapi
Allah melimpahi rahmatNya dan menyedarkan mereka.
7.
Keluarlah dari kedirian, jauhilah dia, dan pasrahkanlah segala sesuatu kepada
Allah, jadilah penjaga pintu hatimu, patuhilah senantiasa
perintah-perintah-Nya, hormatilah larangan-larangan-Nya, dengan menjauhkan
segala yang diharamkan-Nya. Jangan biarkan kedirianmu masuk ke dalam hatimu,
setelah keterbuanganmu. Mengusir kedirian dari hati, haruslah disertai
pertahanan terhadapnya, dan menolak pematuhan kepadanya dalam segala keadaan.
Mengizinkan ia masuk ke dalam hati, bererti rela mengabdi kepadanya, dan berintim
dengannya. Maka, jangan menghendaki segala yang bukan kehendak Allah. Segala
kehendak yang bukan kehendak Allah, adalah kedirian, yang adalah rimba
kejahilan, dan hal itu membinasakanmu, dan penyebab keterasingan dari-Nya.
Kerana itu, jagalah perintah Allah, jauhilah larangan-Nya, berpasrahlah
selalu kepada-Nya dalam segala yang telah ditetapkan-Nya, dan jangan
sekutukan Dia dengan sesuatu pun. Jangan berkehendak diri, agar tak tergolong
orang-orang musyrik. Allah berfirman: "Barang siapa mengharap penjumpaan
(liqa') dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan tidak
menyekutukanNya." (QS 18.Al Kahfi: 110)
Kesyirikan tak hanya penyembahan berhala. Pemanjaan nafsu jasmani, dan
menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, juga syirik.
Sebab selain Allah adalah bukan Tuhan. Bila kau tenggelamkan dalam sesuatu
selain Allah bererti kau menyekutukan-Nya. Oleh sebab itu, waspadalah, jangan
terlena. Maka dengan menyendiri, akan diperolehi keamanan. Jangan menganggap
dan mengklaim segala kemaujudan atau maqam-mu, berkat kau sendiri. Maka, bila
kau berkedudukan, atau dalam keadaan tertentu, jangan membicarakan hal itu
kepada orang lain. Sebab dalam perubahan nasib yang terjadi dari hari ke
hari, keagungan Allah mewujud, dan Allah mengantarai hamba-hambaNya dan
hati-hati mereka. Bisa-bisa yang kau percakapkan, sirna darimu, dan yang kau
anggap abadi, berubah, hingga kau dimalukan di hadapan yang kau ajak bicara.
Simpanlah pengetahuan ini dalam lubuk hatimu, dan jangan perbincangkan dengan
orang lain. Maka jika hal itu terus maujud, maka hal itu akan membawa
kemajuan dalam pengetahuan, nur, kesedaran dan pandangan. Allah berfirman: "Segala
yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan terlupakan, Kami datangkan yang lebih
baik daripadanya, atau yang sepertinya. Tidakkah kamu ketahui bahawa Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2.Al Baqarah: 106)
Jangan menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal, jangan menganggap
ketetapan-Nya tak sempurna, dan jangan sedikit pun ragu akan janji-Nya. Dalam
hal ini ada sebuah contoh luhur dalam Nabi Allah. Ayat-ayat dan surah-surah
yang diturunkan kepadanya, dan yang dipraktikkan, dikumandangkan di
masjid-masjid, dan termaktub di dalam kitab-kitab. Mengenai hikmah dan
keadaan rohani yang dimilikinya, ia sering mengatakan bahawa hatinya sering
tertutup awan, dan ia berlindung kepada Allah tujuh puluh kali sehari.
Diriwayatkan pula, bahawa dalam sehari ia dibawa dari satu hal ke hal lain
sebanyak seratus kali, sampai ia berada pada maqam tertinggi dalam kedekatan
dengan Allah. Ia diperintahkan untuk meminta perlindungan kepada Allah,
kerana sebaik-baik seorang hamba iaitu berlindung dan berpaling kepada Allah.
Kerana, dengan begini, ada pengakuan akan dosa dan kesalahannya, dan inilah
dua macam mutu yang terdapat pada seorang hamba, dalam segala keadaan
kehidupan, dan yang dimilikinya sebagai pusaka dari Adam as., 'bapak'
manusia, dan pilihan Allah.
Berkatalah Adam a.s.: "Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan merahmati kami, niscaya
kami akan termasuk orang-orang yang merugi." (QS. 7.Al-A'raaf: 23). Maka
turunlah kepadanya cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang taubat, akibat dan
tentang hikmah di balik peristiwa ini, yang takkan terungkap tanpa ini; lalu
Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka bisa
bertaubat.
Dan Allah mengembalikannya ke hal semua, dan beradalah ia pada peringkat
wilayat yang lebih tinggi, dan ia dikurniai maqam di dunia dan akhirat. Maka
menjadilah dunia ini tempat kehidupannya dan keturunannya, sedang akhirat
sebagai tempat kembali dan tempat peristirehatan abadi mereka. Maka, ikutilah
Nabi Muhammad Saw., kekasih dan pilihan Allah, dan nenek moyangnya, Adam,
pilihan-Nya - keduanya adalah kekasih Allah - dalam hal mengakui kesalahan
dan berlindung kepada-Nya dari dosa-dosa, dan dalam hal bertawadhu' dalam
segala keadaan kehidupan.
8.
Bila kau berada dalam hal tertentu, jangan mengharapkan hal yang lain, baik
yang lebih tinggi mahupun yang lebih rendah. Jadi bila kau berada di pintu
gerbang istana Raja, jangan berkeinginan untuk masuk ke istana itu, kecuali
terpaksa. Yang dimaksud dengan terpaksa ialah diperintah terus-menerus. Dan
jangan menganggapnya sebagai izin masuk, kerana mungkin saja Raja menjebakmu.
Tapi, bersabarlah, sampai kau benar-benar dipaksa memasukinya oleh sang Raja.
Dengan demikian, sang Raja takkan menghukummu, kerana Dia sendiri
menghendakinya. Jika kau toh dihukum, tentu disebabkan oleh keburukan
kehendak, kerakusan, ketaksabaran, kekurang ajaran, dan keinginanmu untuk
berpuas dengan keadaan kehidupanmu. Bila kau harus masuk ke dalamnya kerana
terpaksa, masuklah dengan penuh ketenangan dan ketundukan pandangan,
bersikaplah yang layak dan indahkanlah semua perintah-Nya dengan sepenuh jiwa
tanpa mengharapkan kemajuan dalam tingkat kehidupan. Allah berfirman kepada
Rasul pilihan-Nya : "Dan janganlah engkau tujukan kedua matamu kepada
yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka sebagai hiasan
hidup, untuk Kami uji mereka dengannya. Dan kurnia Tuhanmu lebih baik dan
abadi." (QS 20. Thaahaa: 131)
Dengan firman-Nya: "Dan kurnia Tuhanmu lebih baik dan abadi". Allah
memperingatkan Nabi pilihan-Nya, agar menghargai hal yang ada, dan mensyukuri
kurnia-kurnia-Nya. Dengan kata lain, perintah ini adalah sebagai berikut:
"Segala yang telah Aku kurniakan kepadamu - kebaikan, kenabian, ilmu,
keredhaan, kesabaran, kerajaan agama, dan jihad di jalanKu - lebih baik dan
lebih berharga berbanding semua yang Kuberikan kepada yang lain." Jadi,
segala kebaikan terletak pada menghargai dan mensyukuri keadaan yang ada, dan
menghindarkan selainnya, kerana hal semacam itu merupakan ujian dari-Nya.
Jadi bila sesuatu telah ditentukan-Nya bagimu, tentu sesuatu itu akan datang
kepadamu, suka atau tidak suka. Kerananya, sungguh tak patut, bila kekurang
layakan dan kerakusan terwujud padamu, kedua-duanya tertolak oleh akal dan
ilmu. Dan jika sesuatu itu ditakdirkan-Nya bagi orang lain, mengapa kau
bersusah payah meraih sesuatu yang tak bisa kau raih? Dan jika sesuatu tak
diturunkan-Nya kepada siapapun, hanya sebagai ujian, mana mungkin seorang
arif menyukainya dan berupaya keras meraih itu? Terbuktilah, bahawa seluruh
kebaikan dan keselamatan terletak pada menghargai keadaan yang ada. Maka,
bila kau dinaikkan ke tingkat atas, sampai ke atap istana, maka kau
sebagaimana telah kami nyatakan, mesti sedar diri, tenang, dan baik-laku. Kau
mesti berbuat lebih dari ini, sebab kau kini lebih dekat kepada sang Raja,
dan lebih dekat kepada mara bahaya.
Maka, jangan menginginkan perubahan keadaan yang ada padamu. Nah, kau tak
punya pilihan dalam masalah ini, sebab hal itu mendorong ketak bersyukuran
atas rahmat-rahmat yang ada, dan cita semacam ini menjadikan terhina, baik di
dunia mahupun di akhirat. Maka berlakulah sebagamana yang telah kami
nasihatkan kepadamu, sampai kau dikurnia oleh Allah maqam yang teguh, dan
takkan tergoyahkan dengan segala tanda dan isyaratnya. Kerana itu,
tambatkanlah padanya dan jangan biarkan dirimu lepas darinya. (Keadaan
perubahan rohani) adalah milik para wali, sedang maqam (peringkat rohani)
adalah milik para badal.
9.
KehendakNya terwujud, secara kasyaf (penglihatan ruhani) dan musyahida
(pengalaman-pengalaman ruhani), pada para wali dan badal, yang tak terjangkau
nalar manusia dan kebiasaan. Perwujudan ini terbentuk: jalal (keagungan), dan
jamal (keindahan). Jalal menghasilkan kegelisahan, pemahaman yang
menggundahkan, dan sedemikian menguasai hati, sehingga gejala-gejalanya
tampak pada jasmani. Diriwayatkan bila Rasulullah shalat, dari hatinya
terdengar gemuruh, bak air mendidih di dalam ketel, kerana intensiti
ketakutan yang timbul dari penglihatan beliau akan Kekuasaan dan
KebesaranNya. Diriwayatkan bahawa pilihan Allah, Nabi Ibrahim as dan Umar
sang Khalifah ra, juga mengalami keadaan yang serupa.
Mengalami perwujudan keindahan Ilahi merupakan refleksiNya pada hati manusia
yang mewujudkan nur, keagungan, kata-kata manis, ucapan penuh kasih-sayang,
dan kegembiraan atas kelimpahan kurniaNya, maqam yang tinggi, dan keakraban
denganNya -- yang kepadaNya segala urusan mereka kembali -- dan atas takdir
yang telah ditetapkanNya jauh di masa lampau. Inilah kurnia dan rahmatNya,
dan pengukuhan atas mereka di dunia ini, sampai waktu tertentu. Ini dilakukan
agar mereka tak melampaui kadar cinta yang layak dalam keinginan mereka akan
hal itu, dan kerananya, hati mereka takkan berputus asa, kendati mereka
jumpai berbagai hambatan atau bahkan terkulaikan oleh hebatnya ibadah mereka
sampai datangnya kematian. Ia melakukan ini berdasarkan kelembutan, kasih
sayang dan kehormatan, juga untuk melatih agar hati mereka lembut, kerana Dia
bijaksana, mengetahui, lembut terhadap mereka. Diriwayatkan, bahawa Nabi saw.
Sering berkata kepada Hadhrat Bilal sang muadzin: "Wahai Bilal,
gembirakanlah hati kami," Maksud beliau, hendaklah ia serukan azan agar
beliau bisa shalat, guna merasakan perwujudan-perwujudan rahmat Ilahi,
sebagaimana telah kita bicarakan. Itulah sebabnya Nabi saw bersabda:
"Dan mataku sejuk, bila aku shalat."
10.
Sungguh tiada sesuatu, kecuali Allah, sedang dirimu adalah tandanya. Kedirian
manusia bertentangan dengan Allah. Segala suatu patuh kepada Allah dan milik
Allah, demikian pula dengan kedirian manusia, sebagai makhluk sekaligus milikNya.
Kedirian manusia itu pongah, darinya tumbuh dambaan-dambaan palsu. Nah, jika
kau menyatu dengan kebenaran, dengan menundukkan dirimu sendiri, maka kau
menjadi milik Allah dan menjadi musuh dirimu sendiri. Allah telah bersabda
kepada Nabi Daud as: "Wahai Daud, Akulah tujuan hidupmu, yang tak
mungkin kau elakkan. Kerananya berpegang teguhlah kepada tujuan yang satu
ini; beribadahlah sebenar-benarnya, sampai kau menjadi lawan keakuanmu,
semata-mata kerana Aku." Maka keakrabanmu dengan Allah dan pengabdianmu
kepadaNya menjadi kenyataan. Lalu kau peroleh bahagianmu nan suci sungguh
menyenangkan. Dengan demikian kau dicintai dan terhormat, dan segala sesuatu
mengabdi dan takut kepadamu, kerana semua tunduk kepada Tuhan mereka, dan
selaras denganNya, kerana Dia adalah Pencipta mereka, dan mereka mengabdi
kepadaNya.
Firman Allah: "Dan tak ada sesuatu pun melainkan bartasbih memujiNya,
tetapi kamu tak mengerti tasbih mereka." (QS 17:44). Maka segala sesuatu
di alam raya ini menyedari keredhaanNya, dan mentaati perintah-perintahNya.
Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung berfirman: "Lalu Ia berkata
kepadanya dan kepada bumi, 'Hendaklah kamu berdua datang dengan suka ataupun
terpaksa', Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS
41:11). Jadi, segala pengabdian kepadaNya terletak pada penentangan terhadap
kedirian. Allah berfirman: "Dan janganlah engkau turuti hawa nafsumu,
kerana ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (QS 38:26). Ia juga
berfirman: "Hindarilah hawa nafsumu, kerana sesungguhnya tak ada sesuatu
pun yang menentangKu di seluruh kerajaanKu, kecuali nafsu jasmani
manusia." Suatu ketika Abu Yazid Bustami bermimpi bertemu Allah, dan
bertanya kepadaNya: "Bagaimana cara menjumpaiMu ?" JawabNya:
"Buanglah keakuanmu dan berpalinglah kepadaKu". "Lalu",
lanjut sang Sufi, "aku keluar dari diriku bagai seekor ular keluar dari
selongsong tubuhnya." Jadi, segala kebajikan terletak pada memerangi
kedirian dalam segala hal dan segala keadaan. Kerana itu, jika berada pada
kesalehan, tundukkanlah kedirian, hingga kau terbebas dari hal-hal terlarang
dan syubhah *) dari pertolongan mereka, dari ketergantungan kepada mereka,
dari rasa takut terhadap mereka atau dari rasa iri terhadap milikan duniawi
mereka. (* Syubhah: sesuatu yang meragukan ehwal halal atau haramnya). Lalu
jangan mengharapkan sesuatu dari mereka, baik hadiah, kemurahan, atau pun
sedekah. Kerananya bila kau bergaul dengan seorang kaya, jangan mengharapkan
kematiannya demi mewarisi hartanya,. Maka, bebaskanlah dirimu dari ikatan
makhluk, dan anggaplah mereka itu pintu gerbang yang membuka dan menutup.,
atau pohon yang kadang berbuah dan kadang tidak. Ketahuilah, peristiwa
semacam itu terjadi oleh satu pelaksana, dirancang oleh satu perancang, dan
Dialah Allah, sehingga kau beriman pada Keesaan Allah.
Jangan pula melupakan upaya manusiawi, agar tak menjadi korban keyakinan kaum
fatalis (Jabariyyah), dan yakinlah bahawa tak suatu pun terwujud, kecuali
atas izin Allah Ta'ala. Kerana itu, jangan Anda puja upaya manusiawi, kerana
yang demikian ini melupakan Tuhan, dan jangan berkata bahawa
tindakan-tindakan manusia berasal dari sesuatu. Bila demikian, bererti kau
tak beriman, dan termasuk dalam golongan Qadariyyah. Hendaknya kau katakan,
bahawa segala aksi makhluk adalah milik Allah, inilah pandangan yang telah
diturunkan kepada kita lewat keterangan-keterangan yang berhubungan dengan
masalah pahala dan hukuman.
Dan laksanakan perintah-perintah Allah yang berkenaan dengan mereka
(manusia), dan pisahkanlah bahagianmu sendiri dari mereka dengan perintahNya
pula, dan jangan melampaui batas ini, kerana hukum Allah itu pasti
menentukanmu dan mereka; jangan menjadi penentu diri sendiri. Kemaujudanmu
bersama mereka merupakan takdirNya. TakdirNya merupakan 'kegelapan', maka
masukilah 'kegelapan' ini dengan pelita sekaligus penentu; iaitu Kitab Allah
(Al Qur'an) dan Sunnah Rasul. Jangan tinggalkan kedua-duanya. Tapi bila di
dalam fikiranmu melintas suatu gagasan, atau kau menerima ilham, maka
tundukkanlah mereka kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul.
Bila kau dapati larangan dari Al Qur'an dan Sunnah Rasul tentang yang
terlintas pada benakmu dan yang kau terima melalui ilham, maka kau mesti
menjauhi gagasan dan ilham semacam itu. Yakinilah bahawa gagasan dan ilham
itu berasal dari setan yang terlaknat. Dan jika Kitab Allah dan Sunnah Rasul
membolehkan gagasan dan ilham itu - semisal pemenuhan keinginan-keinginan
yang dibolehkan hukum, seperti makan, minum, berpakaian, menikah, dan
lain-lain - maka jauhilah pula gagasan dan ilham itu, jangan menerimanya.
Ketahuilah, hal itu merupakan dorongan haiwanimu, kerananya, tentanglah dan
musuhilah hal itu.
Bila kau dapati tiadanya larangan atau pembolehan di dalam Kitab Allah dan
Sunnah Rasul, tentang yang kau terima, dan kau tak mengerti -semisal kau
diminta pergi ke tempat tertentu, atau menemuhi seseorang yang saleh, padahal
melalui kurnia ilmu dan pencerahan dari Allah kepadamu, kau tak perlu pergi
ke tempat itu, atau menemui si orang saleh itu maka bersabarlah, jangan dulu
melakukan sesuatu, dan bertanyalah kepada dirimu sendiri: "Benarkah ini
ilham dari Allah dan mesti aku laksanakan ?" Adalah Sunnah Allah,
mengulang-ulang ilham semacam itu, dan memerintahkanmu untuk segera berupaya
atau menyibakkan isyarat semacam itu bagi para ahli hikmah - suatu isyarat yang
hanya bisa dimengerti oleh para wali yang arif dan para badal yang teguh.
Kerana itu, kau mesti tak segera berbuat, sebab kau tak tahu akibat dan
tujuan akhir urusan, cubaan, bahaya dan sesuatu rancangan ghaib dariNya.
Maka bersabarlah, sampai Allah Sendiri melakukannya bagimu. Bila tindakan itu
atas kehendakNya, dan kau dihantarkn ke maqam itu, maka bila cubaan
menghadangmu, kau akan melewatinya dengan selamat, kerana Allah takkan
menghukummu atas tindakan yang dikehendakiNya sendiri, namun Ia akan
menghukummu atas keterlibatan langsungmu dalam kemaujudan suatu hal.
Mentaati perintah itu meliputi dua hal. Pertama, mengambil dari sarana
penghidupan duniawi sebatas keperluanmu, dan mesti menghindari segala
pemanjaan kesenangan jasmani, rampungkanlah semua tugas-tugasmu, dan ikatlah
dirimu kepada penghalauan segala dosa, yang nyata dan yang tersembunyi.
Kedua, berhubungan dengan perintah-perintah tersembunyi, yakni Allah tak
menyuruh hambaNya untuk mengerjakan sesuatu, dan tak pula melarangnya.
Perintah seperti ini berkaitan dengan hal-hal yang padanya tak ada hukum yang
jelas; yakni hal-hal yang tak tergolong terlarang dan tak terwajibkan, dengan
kata lain 'tak jelas', yang di dalamnya manusia diberi kebebasan penuh untuk
bertindak, dan hal ini disebut mubah. Dalam hal ini tak boleh mengambil
prakarsa, tetapi menunggu perintah yang bertalian dengannya. Bila menerima
perintah itu, ia taati. Dengan demikian semua gerak dan diamnya menjadi demi
Allah.
Jika ada kejelasan hukumnya, ia bertindak selaras dengannya. Bila tak ada
kejelasan hukumnya, ia bertindak atas dasar perintah-perintah tersembunyi.
Melalui ini, ia menjadi seteguh orang memperolehi hakikat. Bila kau telah
sampai pada kebenarannya kebenaran, yang disebut pencelupan (mahwu) atau
peleburan (fana), bererti kau berada pada maqam badal yang patah hati demi
Dia, suatu keadaan yang dimiliki muwahhid, orang yang tercerahkan ruhaninya,
orang arif, yang adalah amir para amir, pengawas dan pelindung umat, khalifah
dati Yang Maha Pengasih, kepercayaanNya (alaihimussalam).
Untuk mentaati perintah, kau harus melawan kedirianmu, dan bebas dari
ketergantungan kepada segala kemampuan dan kekuatan, dan mutlak harus
terhindar dari segala kemahuan dan tujuan duniawi dan ukhrawi. Dengan
demikian, kau menjadi abdi Sang Raja, bukan abdi kerajaanNya, bukan abdi
perintahNya, bukan pula abdi kedirian. Kau seperti bayi dalam asuhan alam,
atau mayat yang dimandikan, atau pesakit tak sedarkan diri di hadapan sang
doktor, dalam segala hal yang berada di luar wilayah perintah dan larangan.
|