“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan
dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
Maka tatkala mereka sampai ke
Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat
mengambil jalannya ke laut itu.
Maka tatkala mereka berjalan
lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:
"Bawalah kemari makanan kita;
Sesungguhnya kita telah merasa letih kerana perjalanan kita ini".
Muridnya menjawab:
"Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka
Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang
melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil
jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
Musa berkata: "Itulah
(tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka
semula.
“Lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami.” (Qs. Al-Kahfi: 60-65)
Kisah tersebut merupakan salah
satu contoh pembelajaran kepada kita, bahwa wasilah itu adalah penting bagi
mereka yang mau memiliki jalan yang lurus atau jalan tol atau jalan pintas
menuju Allah SWT.
Apa maksud wasilah? Wasilah di sini ada dua pengertian iaitu:
a. Membuat kerja-kerja kebaikan, kebajikan dan amal-amal soleh yang berbentuk hablumminallah dan hablumminannas. Kita akan sampai dipelihara Tuhan nanti. Kita akan sampai kepada Tuhan. Ertinya Tuhan terima, Tuhan redha lalu Tuhan akan jamin keselamatan kita dunia dan Akhirat.
Apa maksud wasilah? Wasilah di sini ada dua pengertian iaitu:
a. Membuat kerja-kerja kebaikan, kebajikan dan amal-amal soleh yang berbentuk hablumminallah dan hablumminannas. Kita akan sampai dipelihara Tuhan nanti. Kita akan sampai kepada Tuhan. Ertinya Tuhan terima, Tuhan redha lalu Tuhan akan jamin keselamatan kita dunia dan Akhirat.
b. Pengertian yang lebih utama dari pengertian di
atas ialah kita perlu cari guru atau mursyid untuk memimpin kita kepada Tuhan.
Wasilah di sini maksudnya guru atau mursyid yang memimpin dan mendidik. Jadi,
cari wasilah dengan maksud yang kedua ialah cari guru yang memimpin kita kepada
Tuhan supaya sifat taqwa itu dapat kita miliki atau dengan kata-kata lain, kita
dapat perlindungan dari Tuhan. Kalau tidak ada guru atau mursyid yang membawa
dan memimpin kita maka kita tidak akan sampai kepada Tuhan.
Jika Nabi Musa AS tidak mempedulikan hal ikan
tersebut, pasti beliau akan berjalan (ibadah) bertahun-tahun (untuk sampai ke
satu peringkat yang lebih tinggi) jika hanya bergantung kepada kemampuan diri
sendiri.
Sebagai makluman; ikan tersebut sudah dimasak, dan sudah di makan pada salah satu sisinya oleh Nabi Musa As bersama ‘murid’nya. Kemudian Allah SWT menghidupkan ikan tersebut dengan situasi yang demikian.
Bukti nyata keanehan ikan
tersebut jika anda mengenal Ikan Sebelah yang situasinya sebelah memiliki
daging sebelah lagi tidak. Keunikan lain dari ikan ini adalah posisi kedua
mata nya yang berlainan dari biasa.
Dari kisah Nabi Musa As dengan
Nabi Khidir As ini, selain hikmah wasilah yang dapat kita petik, hikmah lainnya
adalah seorang Nabi-pun yang ingin mencapai derajat kesolehan yang lebih tinggi
wajib mencari “Guru Pembimbing” meskipun ia adalah seorang guru yang memiliki
murid (Nabi Musa As bersama muridnya).
Hikmah lainnya adalah dari
ayat, “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,
yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Pertanyaanya, kan Allah itu
Kuasa, tapi mengapa mengajarkan Nabi Musa As melalui wasiilah Nabi Khidir As,
mengapa tidak bicara langsung padahal Nabi Musa As telah diberi keistimewaan
dapat berkata-kata langsung dengan Allah?
Dan dalam ayat tersebut dan
ayat-ayat lainnya Allah selalu berkata “Kami”, yang membuktikan dengan jelas
bahwa segala urusan di dunia maupun di akhirat memiliki sistem kepemimpinan
yang disebut Birokrasi. Dan Allah menghargai para petugas-petugasnya yang di
langit maupun di bumi, di dunia maupun di akhirat dengan berkata “Kami”.
Hikmah lainnya adalah
perbezaan nyata dari sifat keilmuan antara Nabi Musa As dengan Nabi Khidir As,
Nabi Musa As adalah ahli syariat, sedangkan Nabi Khidir As adalah ahli haqikat.
Dan jelas ahli haqikat memiliki darjat yang lebih tinggi disisi Allah daripada
ahli syariat.
Oleh sebab itu hal ibadah itu
terbahagi kepada dua, iaitu ibadah yang bersifat Hasanah, dan ibadah yang
bersifat Darjat. Ibadah tanpa berwasilah seorang Wali Mursyid disebut ibadah
hasanah, sebaliknya yang berwasilah seorang Wali Mursyid disebut ibadah Darjat.
Bicara tentang birokrasi
tentunya tidak terlepas bicara tentang bai’at atau ikatan perjanjian. Syarat
sahnya suatu hubungan pasti ada bai’at-nya.
Tidak sah disebut murid jika
tidak berbai’at dengan guru, pertanyaannya apakah disebut umat Nabi Muhammad
SAW jika tidak berbai’at kepadanya? Bagaimana kita ingin berbai'at dengan
baginda Rasulullah SAW sedangkan baginda sudah wafat?
Apakah perusahaan tersebut
dapat dipimpin oleh Seorang pengurus yang ghaib? Apakah negara
Indonesia/Malaysia dapat dipimpin oleh Presiden yang ghaib? Apakah umat Islam
di dunia dapat dipimpin oleh seorang pemimpin yang sudah ghaib? Oleh sebab itu
sesungguhnya di dunia ini Islam masih memiliki seorang pemimpin umat yang masih
hidup, yakni sebagai petugas atau “utusan” yang di utus oleh Allah dan
Rasul-Nya. Dan kepemimpinan ini akan terus bergantian dan berlangsung hinggalah
hari kiamat.
Hal inilah yang menyebabkan
umat Islam memiliki cara atau ‘jalan’ atau line (jalur) yang berbeza-beza untuk
mencapai tujuan yang sama, iaitu kembali kepada Allah SWT. Maka wajar kadangkala
ada berselisih pendapat.